Labels

Saturday, February 1, 2014

Fanfiction: Remember This Beat


Title                  : Remember This Beat
Author               : Salsabilla
Genre               : Sad romance and Friendship
Rating               : 13+
Leght                : One shoot       
Main Cast          : -Kim Myungsoo
                          -Park Hyunsu                                                                                         
Other Cast         : -Kim Sunggyu
                          -Jung Haneul
                          -Shin Seulbin
Little note          : ini FF murni karya author dan terinspirasi dari lagu Infinite “Paradise”. Mungkin ini                          lagu lama, tapi author baru sadar kalo ini lagunya menyentuh *jitak* -_-.
Dont copy without permission, be good reader ne?  Read+Like+Promote+comment       ne?^^
*let’s read ^^*
(Author PoV)
            Matahari pagi mulai menembus dari jendela kaca. Seorang namja masih berguling-guling di atas tempat tidurnya, menghindari matahari tersebut. Tiba-tiba pintu kamarnya dibuka oleh seorang yeoja yang telah lama singgah di hidupnya. Park Hyunsu.
“Myungsoo-a, ayo bangun.”  Ucap Hyunsu itu sambil mengguncang badan Myungsoo. Myungsoo hanya bersembunyi dibawah selimutnya. “Myungsoo-a...” rengek Hyunsu yang masih mengguncang bahu Myungsoo.
Wae gaeurae, changi?” ucap Myungsoo sambil tersenyum dengan matanya yang masih tertutup.
“Kau kan janji kemarin mengajak ku jalan-jalan.” Ucap Hyunsu sambil mengecutkan bibirnya.
“Ah~ Geurae? Kajja!” Ucap Myungsoo sambil duduk tegak diatas kasurnya dengan semangat.
“Cepat mandi, Myungsoo-a~” Hyunsu memberikan handuk kepada Myungsoo dengan senyum mengembang di wajahnya.
Ne, changi.” Myungsoo pun mencubit pipi Hyunsu dilanjutkan berjalan menuju kamar mandi.
***

Langit seoul yang biru saat ini dihiasi oleh awan-awan putih yang menandakan hari ini adalah hari yang cerah. Myungsoo dan Hyunsu berjalan sambil bergandengan tangan ditepi Sungai Han. Tempat favorit mereka saat Weekend. Sesekali Myungsoo mencium tangan yeoja nya itu.
Myungsoo hanya memiliki Hyunsu. Hyunsu hanya memiliki Myungsoo. Mereka berdua tidak tau lagi siapa keluarga mereka. Dulunya Myungsoo dan Hyunsu tinggal di panti asuhan yang sama. Pada akhirnya mereka menikah dan hidup bahagia bersama sampai detik ini.
  Setelah lelah berjalan, mereka memutuskan untuk duduk di sebuah bangku kayu. “Myungsoo-a, aku ingin kita melakukan sesuatu...” Hyunsu merebahkan kepalanya di bahu Myungsoo.
Changia, kenapa kau hanya memaggilku Myungsoo? Aku selalu memanggilmu ‘Changi ’ tapi kau hanya memanggilku Myungsoo. Selama 1 tahun pernikahan kita mungkin bisa di hitung dengan jari kau memangilku ‘Changi’”. Protes Myungsoo panjang lebar.
            “Myungsoo-ku ini choding, ya?” Hyunsu mendengus tertawa. Kepalanya masih menempel di pundak Myungsoo.
            “Anni-a bukan itu maksudku, changi. Hanya saja aku juga ingin di panggil seperti itu.” Ujar Myungsoo sambil menundukan kepalanya.
            Hyunsu berdiri tegak di hadapan Myungsoo. Tiba-tiba merunduk mensejajarkan kepalanya dengan kepala myungsoo. “Aigoo, Nae Myungsoo neumu kyeopta.” Hyunsu mencubit pipi Myungsoo gemas.
            “Appo...” Myungsoo mengelus pipinya yang dicubit oleh Hyunsu.
            “Ayo kita sewa sepeda di ujung sana!” ajak Hyunsu semangat sambil menarik tangan Myungsoo. Myungsoo hanya terkekeh melihat ulah istrinya itu.
***
            “Siap, ne?” ucap Hyunsu yang telah meletakan kakinya di pedal sepeda yang memiliki 2 bangku dan 2 pasang pedal tersebut. Hyunsu memegang kendali dengan duduk didepan sementara myungsoo duduk di belakang membantu sepeda itu berjalan.
            “Siap!” Myungsoo menyahut dengan semangat. Mereka bersepeda dengan semangat. Berkeliling di tepi Sungai Han. Tiba-tiba saja sepeda mereka oleng. Myungsoo merasa ada yang tidak beres dengan Hyunsu. “Changi-a, Gwencahna?” BRUKKK! Mereka berdua terjatuh ke tanah. Hyunsu terkulai lemas dengan mukanya yang pucat. Myungsoo yang melihatnya segera bangkit dari posisinya tersebut dan meminta bantuan.
            Sepuluh menit kemudian ambulans Seoul Hospital datang dan beberapa petugas mengangkut Hyunsu kedalamnya. Myungsoo juga ikut masuk menemani Hyunsu. Saat berada di dalam ambulans yang melesat cepat ke Rumah Sakit, Hyunsu yang telah dipasangi oksigen mulai membuka matanya. Myungsoo hanya menggenggam erat tangan Hyunsu dan mengatakan “Kau akan baik-baik saja.” Sambil mengembangkan senyum palsu penutup kecemasannya.
            Sesampainya di rumah sakit, Hyunsu di angkut ke ruang Emergency. Kebetulan, Kim Sunggyu  dokter sekaligus sahabat dari Myungsoo dan Hyunsu sedang berjaga di ruang Emergency. Segera Sunggyu memeriksa Hyunsu.
Beberapa saat kemudian Sunggyu berkata “Bawa dia ke ruangan ICU...” dan meminta rekan medisnya untuk memasang beberapa alat-alat kedoteran serta melakukan beberapa tes. Walaupun Myungsoo tidak tau apa guna alat dan pemeriksaan yang di sebutkan Sunggyu, tapi dia tau Hyunsu dalam keadaan Kritis.
***
            Myungsoo duduk diruang tunggu rumah sakit. Menunggu hasil tes. Kepalanya bertumpu pada tagannya yang mengepal. Rasa cemasnya belum hilang dari tadi. Dia bertanya pada temannya itu. Tapi Sunggyu hanya berkata, “Tolong tunggu hasil tesnya.”
            “Keluarga nyonya Park Hyunsu.” Seorang perawat menyebutkan nama istrinya.
            Myungsoo segera menoleh ke perawat itu sambil berkata “Ne?”, perawat itu menoleh ke arah Myungsoo.
            “Silakan masuk tuan.” Perawat tersebut meminta Myungsoo memasuki ruangan dokter yang menagani Hyunsu. ‘Kim Sunggyu’ yang tertera di pintu putih polos untuk memasuki ruangan tersebut.
            “Hyung?” ucap Myungsoo didepan pintu sambil melihat kearah Sunggyu.
            “Oh, Myungsoo-a? Masuklah.” Sapa Sunggyu ramah. Myungsoo berjalan dan akhirnya duduk di sebuah kursi di depan Sunggyu.
            “Hyung, apa yang terjadi pada Hyunsu?” Myungsoo bertanya pada hyung nya itu secara to the point. Sunggyu menghela nafas panjang. Dia mengambil beberapa file dari amplop coklat yang ada di sebelahnya. Mengeluarkan hasil ronsen dan menempelkannya pada sebuah monitor.
            “coba lihat ini hasil ronsen jantung ini...” Sunggyu menunjuk bagian bilik kiri sebelah bawah yang mendekati pembulu darah. “kau dapat melihat disini...” timpal Sunggyu.
            “Apa itu lubang?” tanya Myungsoo.
            “Ya. Itu lubang yang cukup besar, yang membuat bocor pada jantungnya.” Seketika tubuh Myungsoo mendingin. Dia syok berat mengetahui bahwa Hyunsu memiliki lubang jantungnya. Selama ini Myungsoo hanya tau Hyunsu baik-baik saja. Hyunsu tidak perah mengeluh sakit atau apapun. Myungsoo terlihat nanar. “Hanya ada 1 cara...” Myungsoo tersadar, kalimat yang di ucapakan Sunggyu memberinya harapan.
            “Lakukan Traspalasi Jantung.” Ucap Sunggyu mantap.
            “Mwo? Apa tidak ada cara lain selain melakukan hal tersebut?” Myungso terkejut. Mencari pendonor bukanlah hal yang mudah.
            “Tak mungkin lagi dilakukan. Jantungnya tidak bisa di selamatkan.” Walau pun sedikit iba mengatakannya pada Myungsoo, Sunggyu harus mengatakan hal yang sebenarnya seperti kode etik dokter. Myungsoo terlihat sangat syok. Mukanya memucat seteah mendengar penjelasan Sunggyu.
            Sunggyu berjalan mendekati Myungsoo. “Sekarang berdoalah agar kita bisa segera menemukan pendonor untuk Hyunsu. Aku akan mengurusnya.” Sunggyu memepuk-nepuk bahu Myungsoo untuk menguatkannya. “Kau harus kuat agar dia juga bisa bertahan.” Timpal Sunggyu yang dibalas anggukan lemas oleh Myungsoo.
***
@ICU Room, 8 PM.
            Myungsoo menggenggam erat tangan Hyunsu. Berdoa kepada yang maha kuasa agar Hyunsu dapat keluar dari keadaan ini. Yang membuatnya heran, kenapa ini terjadi sangat tiba-tiba. Apalagi Hyunsu terlihat baik-baik saja selama ini. Memang bisanya penyakit kronis baru bisa terasa saat puncaknya. Myungsoo benar-benar tidak menyangka hal ini. Di setiap deru nafasnya, dia berdoa agar Hyunsu bisa mendapatkan donor jantung yang bagus.
Klekk.
            Dua orang yeoja semuran mereka memasuki kamar Hyunsu.”Haneul-ssi, Seulbin-ssi?” Myungsoo terkejut melihat kedatangan sahabatnya ini.
            “Annyeong Myungsoo-ssi. Annyeong Hyunsu.” Sapa Haneul dan Seulbin ramah.
            “Annyeong.” Myungsoo membalas sapaan mereka. Dia terlihat sedikit terkejut melihat kedatangan Seulbin dan Haneul. “Mianhae, aku tidak mengatakan kalau Hyunsu dirawat.” Ujar Myungsoo.
            “Ah~ gwancaha, tadi Sunggyu memberi tahuku. Kami juga minta maaf dengan kedatangan kami yang mendadak ini.” Seulbin mengusap tengkuknya.
            “aku senang kalian bisa datang.” Myungsooo akhirnya tersenyum semenjak kejadian tadi pagi di Sungai Han.
            “Myungsoo-ssi, bagaimana keadaan Hyunsu?” Tanya Haneul.
            “Keadaannya masih lemah. Sekarang dia sangat membutuhkan donor jantung.” Ujar Myungsoo lirih.
            “Ah~ geurae? Semoga dia segera mendapatkan donor yang tepat.” Harap Haneul yang melihat keadaan sahabatnya yang terbaring lemah di atas tempat tidur.
            “Hyunsu-ssi, cepatlah sembuh ne? Cepatlah sembuh dan berkumpul bersama lagi.” Seulbin memandang Hyunsu dengan penuh harapan.
            “Myungsoo-ssi, kau pasti belum makan. Ini, kami bawakan makanan untukmu.” Haneul memberika kotak makan kepada Myungsoo.
            “Terimakasih sebelumnya. Maaf telah merepotkan kalian berdua, tapi aku tidak lapar.” Ujar Myungsoo.
            “Ye? Myungsoo-ssi, apa kau yakin tidak merasa lapar? Aku yakin kau dari tadi belum makan.” Haneul menatap tidak percaya.
            “Kau harus makan. Jangan sampai kau ikut tumbang.” Timpal Seulbin sambil memijit bahu Myungsoo.
            “Gomawo sudah memperhatikanku.” Myungsoo merasa terhibur memiliki sahabat-sahabat seperti mereka.
            “Ayo, kita makan sebentar di luar.” Ajak Haneul.
            “Ne, ayo kita makan diluar sebentar. Kita pasti tidak boleh makan disini.” Myungsoo hanya memandangi wajah Hyunsu mendengar perkataan Seulbin tersebut.
            “Hyunsu pasti marah kalau tau kau tidak makan seharian.” Ucap Haneul kepada Myungsoo. Myungsoo pun tersadar. Ya, betul kata Haneul, Hyunsu akan marah jika melihatku tidak makan seharian pikir Myungsoo.
            “Geurae. Aku akan makan.” Akhirnya, setelah di bujuk-bujuk Myungsoo mau makan.
            “Hyunsu-ssi, kami pinjam Myungsoo dulu ne?” Seulbin meminta izin kepada sahabatnya itu. Setelah beberapa saat, mereka pergi meniggalkan ruangan tempat Hyunsu dirawat. Akhirnya Myungsoo bisa tersenyum dan tertawa lagi setelah bertemu sahabat-sahabatnya.

(Seoul Hospital, 8 AM)
            Matahari mulai menembus jendela-jendela rumah sakit. Myungsoo terbangun merasakan terpaan matahari. Bukan hanya itu, dia juga merasakan genggaman erat dari tangan Hyunsu. Mata bulatnya terbuka sepenuhnya.
            “Changi-a, kau sudah bangun?” Myungsoo mencium tangan Hyunsu.
            “Hmm.” Hyunsu hanya mengangguk lemah. Dia ingin mengatakan sesuatu. Myungsoo pun segera mendekatkan telinganya mendengarkan omongan Hyunsu. “A...ku..ke...ke..na...pa?” Ucapnya terbata-bata. Myungsoo hanya menggeleng dan mencium kening Hyunsu sambil menggengam erat tangannya untuk menenangkan yeoja-nya itu.
            Setelah bersiap-siap dan pamit kepada Hyunsu untuk keluar sebentar. Myungsoo segera melesat ke rungan Sunggyu, sebelumnya dia menanyakan keberadaan Dokter itu kepada petugas rumah sakit.
            “Dr. Sunggyu ada diruangannya.” Ucap petugas rumah sakit kepada Myungsoo. Segera dia melesat ke sana.
            TOK TOK TOK
            “Masuk.” Sahut Sunggyu dibalik pintu ruangannya.
            “Annyeonghaseo hyung.” Sapa Myungsoo.
            “oh- annyeong Myungsoo-ssi. Masuklah.” Sunggyu mempersilakan Myungsoo masuk keruangannya dan duduk di hadapannya.
            “Ada apa Myungsoo?” tanya Sunggyu sambil membalik-balik file di tangannya.
            “Hyung, ngomong-ngomong, apakah sudah ada pendonor untuk Hyunsu?” Tanya Myungsoo dengan wajah seriusnya. Sunggyu menghentikan kegiatannya dan beralih kepada Myungsoo.
            “Myungsoo-sii.” Sunggyu menatap Myungsoo dengan serius.
            “ne hyung?”
            “Kemarin aku sudah mengeceknya ke bagian pendonoran Nasional...”
            “Lalu?”
            “nihil, tidak ada pendonor jantung.” Jawab Sunggyu sedikit lirih. Myungsoo mulai nanar. Tiba-tiba terlintas sesuatu ide di benaknya.
            “Bagaimana kalau aku?” ucap Myungsoo spontan.
            “Kau?” tanya Sunggyu terkejut.
            “Iya, aku.” Ucap Myungsoo serius sambil membulatkan matanya.
            “Sebenarnya bisa, tapi...” Sunggyu berfikir untuk melanjutkan kalimatnya itu.
            “Tapi apa hyung?” Myungsoo sangat penasaran
            “Orang yang bisa mendonorkan organnya hanya orang yang dalam keadaan mati otak.” Ucap Sunggyu tegas.
Sejenak, Myungsoo berfikir. “Hyung, tolong dafatarkan aku untuk pendonor.” Myungsoo membulatkan tekadnya.
“Yakh, noe michiseo? Kau tidak berfikir macam-macam kan?” Sunggyu terbulalak mendengar pernyataan Myungsoo.
“Bagaimana pun juga aku masih memilki akal, Hyung!” Myungsoo membanting meja Sunggyu.
“Andwe. Kau tidak boleh melakukannya!” Ucap Sunggyu tegas.
Jebal hyung. Aku mencintai Hyunsu! Apa salahnya aku melakuakan sesuatu padanya?!” Bentak Myungsoo.
“Kalau orang itu adalah kau, aku tak ingin mengurusnya.” Sunggyu berusaha tenang tetapi masih tegas. Entah kenapa Sunggyu tidak mengizinkan sahabatnya ini. Ada rasa takut melepaskan sahabatnya ini.
“Aku janji, aku tak akan melakukan hal yang aneh. Tolong izinkan aku hyung!” Myungsoo memohon kepada Sunggyu.
“Urus saja sendiri.” Jawab Sunggyu ketus.
“Geurae! Aku akan mengurusnya sendiri!” Myungsoo keluar dengan wajahnya yang memerah. Dia membanting pintu ketika keluar. Semua orang sekelilingnya terkejut dan menoleh ke asal suara.
***
Hari demi hari berlalu. Sekarang sudah 2 minggu semenjak Hyunsu dirawat di rumah sakit itu. Kondisinya semakin memburuk sementara tidak ada sebuah jantung pun yang akan didonorkan untuk Hyunsu. Kondisi Hyunsu yang buruk itu juga menyebabkan dia tidak sadarkan diri.
Malam ini, Sungggyu yang memeriksa Hyunsu dan membolak-balik selembar kertas sambil melihat ke sebuah monitor masih belum mengeluarkan sepatah katapun. Myungsoo hanya berdoa harap-harap cemas.
“Chogiyeo? Myungsoo-ssi...” Tegur Sunggyu pada Myungsoo yang merunduk di luar ruangan.
“Ne hyung.” Jawabnya sedikit terkejut.
“Ikut aku sebentar.” Ajak Sunggyu. Myungsoo pun mengikuti Sunggyu ke rungannya. Muka Sunggyu menunjukan ekspresi yang kurang baik. Myungsoo hanya berusaha berfikir positif. Itu semua percuma. Rasa cemasnya belum juga hilang karna ekspresi Hyung-nya itu.
Setelah sampai diruangan Sunggyu, Sunggyu menghela nafasnya berat. “Myungsoo-ssi...” Sunggyu memulai pembicaraan.
“Langsung saja hyung.” Ucap Myungsoo datar.
“Aku sudah berusaha sekuat tenaga. Tapi tuhan sepertinya berkehendak lain...” Ucap Sunggyu sambil memandang lurus Myungsoo.
“Ma..mak..sudd.. mu Hyung?” Myungsoo tak bisa mencerna perkataan Hyungnya dengan baik. Ada rasa tidak terima dengan perkataan itu.
“Kondisinya tak memungkinkan lagi. Jika dalam 24 jam dia tidak mendapatkan donor, menurut ilmu kedokteran...”
Myungsoo memotong cepat perkataan Sunggyu. “Nyawanya tidak dapat di selamatkan.” Ucap Myungsoo sambil menitikan air mata.
“Ya, kau benar Myungsoo.” Sunggyu memandang iba kearah Myungsoo. “Kau di tuntut untuk tabah Myungsoo-a. Aku tau bagaimana rasanya. Tapi tolong, bersikaplah tegar.” Ucap Sunggyu sambil menepuk-nepuk punggung Myungsoo.
Hyung, Hyung arrayeo? Entah apa yang harus aku lakukan selanjutnya, aku seperti tidak punya tujuan selain dia.... Dia alasanku untuk bertahan Hyung... Aku gagal melindunginya, Hyung...” Air matanya mengalir deras. Sunggyu memeluk sahabatnya itu.
            “Kim Myungsoo, terkadang apa yang diinginkan tak bisa selalu berjalan sempurna. Tuhan punya kehendak lain bagi setiap manusia.” Andaikan saja ada hal bisa dia perbuat untuk menyelamatkan nyawa Hyunsu, tapi kepintarannya hanya sebatas itu. Selebihnya ada di tangan tuhan.
(Author PoV End)
***
(Myungsoo PoV)
            Setelah keluar dari ruangan Sunggyu hyung, aku memutuskan untuk pulang ke rumah. Seulbin dan Haneul bersedia untuk menjaga Hyunsu malam ini. Hanya cahaya lampu yang terang yang menyambutku saat memijakan kaki di rumah itu. Entah sampai kapan akan seperti ini. aku sangat membutuhkannya dalam hidupku. Bagaimana bisa aku hidup tanpanya?
            Aku memandangi setiap sudut ruangan. Aku menangkap sebuah figura foto 5R. Foto pernikahanku dengannya. “Mianhae, aku tidak bisa menjagamu dengan baik.” Ucapku lirih. Perlahan air mataku mengalir. Mengingat momen-momen indah bersamanya adalah hal yang menyakitkan bagiku. Pada kenyataanya aku tidak bisa menjaganya dengan baik.
            “Apakah kau bahagia bersama namja yang tak bisa menjagamu? Apakah kau bahagia?!” PRANKKK! Suara figura foto yang aku banting ungkapan rasa kekecewaan pada diri ku sendiri. “AKHHH!” Aku benar frustasi mengingat betapa buruknya pengawasaku padanya. Aku segera menuju kamarku.
            Aku membuka laci meja rias dan menemukan sebuah amplop coklat. Setelah memastikan apa isinya, aku segera menuju ke rumah sakit. Aku meletakan amplop itu di ruangan Sunggyu hyung di lantai 2 dan segera menuju ke luar rumah sakit sambil membuat pesan singkat untuk Seulbin. Saat aku berada di depan jalan, aku menelpon Sunggyu Hyung. Untungnya dia segera mengangkat.
            “Hyung, noe odieseo?”
            “Aku didepan ruanganku. Ada apa?”
            “Diatas mejamu kau dapat menemukan sebuah amplop coklat.”
            “Ne, ini isinya apa?”
            “Tolong tanda tangani surat di dalamnya. Aku mohon...”
            “Apa maksudmu?” saat aku melihat sebuah mobil truk melintas, aku mendengar suara teriakan Sunggyu hyung dari seberang telpon. Tanpa ku perdulikan itu semua, aku berlari ketengah jalan. TINNNN!!!!!! Kelakson panjang berbunyi aku tidak memperdulikan itu semua dan nekat berdiri di depan truk itu.
BRUKKKK!        
Aku tidak bisa merasakaan apa-apa selain sebuah benturan besi yang keras menghantam perutku.
(Myungsoo PoV end)
#other side
(Author PoV)
            “Suara apa itu?!” ‘tut-tut-tut’ Sunggyu hanya bisa mendengar itu setelah Myungsoo tak menjawab perkataannya. Entah mengapa persaannya menjadi tidak enak. Dia mendengar suara klakson panjang di telpon dan diluar. Saat dia melihat ke jendela ruangannya yang menghadap langsung ke jalanan kota Seoul, dia melihat sebuah truk berhenti dan krumunan orang disana.
            “Mungkinkah...” Sunggyu mengingat sesuatu.
“Tok tok tok” pintu ruangnnya diketuk.
            “Masuk!” Ucap Sunggyu cepat. Seorang memasuki ruangan Sunggyu.
            “Sunggyu-ssi! Myungsoo mengirimkan pesan aneh kepadaku!” Seulbin terlihat panik.
            “Ne?! Pe..pesan aneh bagaimana?” Sunggyu mengangkat kedua alisnya.
            “isinya, ‘jantungku untuk Hyunsu’ .”
            “Mwo?! Ayo kita kebawah!” Ajak Sunggyu kepada Seulbin. Yang dia rasakan tentang Myungsoo waktu membahas donor jantung itu terasa saat ini. Apakah dugaannya benar Myungsoo akan melakukan hal yang membahayakan dirinya sendiri? Sunggyu dan Seulbin segera menuju ruang Emergency.
            Dugaan Sunggyu benar. Tubuh Myungsoo bermandikan darah. Haneul menggiringi Myungsoo yang sedang terbaring di tempat tidur rumah sakit sambil didorong oleh beberapa petugas. Ketiga sahabat syok melihat aksi Myungsoo yang sangat berbahaya itu. Andaikan saja nyawanya tidak terselamatkan, apa yang akan terjadi?
            Monitor jantung masih tidak stabil. “Pipppppp...” grafik detak jantungnya datar. “Myungsoo-a!” pekik Haneul sambil menangis. Seulbin berusaha menenangkan Haneul. Alat pacu jantung sudah di siapkan.
            “250!” ucap dokter yang menangani Myungsoo.
            Seorang perawat menekan tombol di alat itu, beberapa detik kemudian dia mengatakan “Siap!”
            Alat pacu jantung ditelpelkan di dada Myungsoo. Deg! “tit..tit..tit..” Grafiknya naik turun kembali. Nyawanya dapat diselamatkan. Sunggyu, Seulbin, Haneul, sudah bisa bernafas lega. Myungsoo dibawa ke ruang rawat.
***
“Dia lari ketengah jalan lalu menabrakan dirinya pada truk yang sedang melintas.” Ujar Haneul lirih. Haneul yang saat itu sedang berada di atas trotoar melihat seorang namja berlari ketengah jalan. Saat memastikannya, namja itu adalah Myungsoo.
“Dia nekat sekali...” Ucap Sunggyu sambil menghela nafas panjang.
“Bagaimana keadaan Myungsoo?” Tanya Seulbin.
“Myungsoo mengalami mati otak.” Sunggyu merunduk lemas.
“Apa?! Maksudnya apa?” Haneul terkejut.
“Kalau aku samakan, dia sama seperti mayat hidup.” Jelas Sunggyu singkat.
“Sunggyu-ssi, bagaimana dengan pesan yang sama yang didapatkan dari Myungsoo?” Sunggyu segera mengeluarkan sebuah amplop coklat setelah mendengar perkataan Seulbin.
“Aku mendapatkannya dari Myungsoo. Aku tak tau harus tanda tangan atau apalah. Baca sendiri isinya.” Ucap Sunggyu sambil meletakan surat diatas meja. Haneul mengambil surat itu. Membuka amplop coklat itu dan Seulbin segera mendekat dan ikut membacanya.
“Su...ssurat donor?” Tanya Haneul dengan terbata-bata.
“Ya, apa menurut kalian kejadian ini sudah direncanakan?” Tanya Sunggyu memandang serius kepada kedua yeoja yang ada didepannya. Pertanyaan itu hanya dibalas anggukan lemas. “Itulah hal yang aku takutkan ketika Myungsoo mengatakan akan mendonorkan jantungnya untuk Hyunsu dua minggu yang lalu...” Ucap Sunggyu lirih.
“Myungsoo sudah bertekat untuk melindunginnya...” ucap Haneul sambil melihat ke luar jendela.
“Izinkan saja, kita pikirkan Hyunsu dan Myungsoo untuk kedepannya. Jika saja itu tidak dilakukan, Hyunsu tak selamat sementara Myungsoo akan terbaring lama di ruang rawat.” Pikir Seulbin.
“Kau benar.” Sunggyu meraih pena di saku jas dinasnya. Mengambil surat tersebut dan menandatangani surat itu. “Aku harap keputusan ini tidak salah...” Ucap Sunggyu sambil meraih telpon dan memerintahkan operasi untuk Hyunsu kepada rekan medisnya.
***
Operasi dilakukan 2 jam kemudian, setelah mengurus surat izin donor. Sunggyu dan rekan medisnya menangani operasi Hyunsu dan Myungsoo. Haneul dan Seulbin mengurus kecelakaan yang menimpa Myungsoo yang murni bisa disebut ‘bunuh diri’ oleh pihak kepolisian. “Bukan bunuh diri, tapi berkorban.” Ucap Seulbin ketus mengkoreksi perkataan pihak kepolisian yang mengintrogasinya.
Di setiap langkah mereka, mereka berdoa untuk keduannya. Semoga semua dapat berjalan lancar tanpa ada hambatan. Semoga tak ada rasa yang menghalangi mereka pada akhirnya. Semoga mereka bisa hidup bahagia dia alamnya masing-masing.
Akhirnya, operasi selesai dilakukan. Sunggyu keluar dari ruang operasi. Haneul dan seulbin yang menunggu sudah harap-harap cemas menunggu kepastian. “Operasinya berjalan sukses.” Mereka berdua sudah bisa beranafas lega setelah mendengar perkataan Sunggyu.
“Lakukan segera pemakamannya...” Ucap Seulbin lirih. Ya, sesudah operasi ini yang harus dijalankan adalah pemakaman. Pemakaman Myungsoo. Itu sebabnya hanya orang dalam keadaan mati otak atau kritis yang diizinkan mengikuti kegiatan donor organ.
 Semua sahabat hadir dalam pemakaman tersebut. Tak lupa keluarga panti asuhan yang dulu merawat Myungsoo dan Hyunsu. Acara pemakan berlangsung dengan berderai air mata. Myungsoo sudah pergi untuk selamanya. Untuk orang yang selama ini  mengisi hidupnya. Untuk kebahagiaanya dan dirinya.
***
(Myungsoo PoV)
Ruangan apa ini? kenapa aku ada disini? Aku berjalan tak tentu arah berusaha menemukan ujung, mustahil. Tak ada benda apapun bahkan juga setitik debu. 
“Hei...” Ucap seseorang dari arah belakang. Reflek aku menengok kebelakang. Ake melihat sesorang dengan jubah berwarna putih.
“kau siapa?” tanyaku kepada wujud berjubah putih itu.
“Selesaikan masalah mu dulu...” ucap sosok misterius itu. aku yang tak mengerti langsung bertanya.
“Apa maksudmu?” tanyaku heran.
“masih ada yang menunggumu.” Ucapnya datar. Dia memegang bahuku dan tiba-tiba tempat ku berpijak ini runtuh. Aku menutup kedua mataku rapat-rapat, tak ingin melihat ke sekitarku. Keringat dingin membasahi tubuhku.
Aku tersadar dan membuka mataku perlahan. Apakah yang tadi itu mimpi buruk? Kenapa aku mengenakan satu stel kemeja lengkap? Tunggu, aku menggunakan stelan saat menikah dengan Hyunsu. Bagaimana bisa?! Ini di dapur rumahku. Apa aku mabuk dan tertidur disini?
Beribu pertanyaan menghiasi otakku. Tapi hanya satu tujuanku, menemui Hyunsu ke rumah sakit! Apakah Hyunsu masih bisa bernafas? Kenapa aku terlalu bodoh meninggalkannya disana sementara aku memutuskan untuk pulang?! Akhh! Aku tak akan memaafkan diri ku kalau terjadi sesuatu padanya. Segera aku berlari ke rumah sakit.
Jaraknya cukup jauh, entah kenapa aku tidak merasakan capek atau sejenisnya. Aku menuju ruang ICU, nihil. Tak ada Hyunsu disana. Apa yang terjadi padanya?! Aku merasa frustasi lagi. Apa jangan-jangan Hyunsu sudah tiada seperti perkiraan Sunggyu Hyung, 24 jam? TIDAK MUNGKIN!
Sunggyu Hyung, dia melintas di depanku! “Hyung! Hyung!” ucapku memekik deras kearahnya. Tak ada reaksi apapun dari Sunggyu Hyung. “Hyung! Dimana Hyunsu?!” bentakku pada Sunggyu Hyung. Dia tetap tidak menjawab. Apakah dia sibuk sampai jadi setuli itu, sampai tak bisa mendengar suaraku?!
Aku ingin menyentuhnya tapi, seperti ada penghalang ditubuhku. Sebenarnya ada apa ini?! Sunggyu Hyung memasuki sebuah ruangan bernomor ‘1310’. Aku tetap mengikutinya. Saat memasuki ruangan itu aku melihat seorang yeojaYeoja-ku, Park Hyunsu. Aku hanya bisa diam dalam bahagia saat melihatnya sudah bisa tersenyum dan duduk diatas kasurnya. Aku berjalan cepat ke arahnya.
“Hyunsu-ssi, kau sudah baikan setelah transpalasi?” Ucap Sunggyu hyung riang. Apa traspalasi?! Jadi Hyunsu sudah mendapatkannya?! Tapi kenapa Sunggyu hyung tidak memberi tahuku?! Kapan operasinya berlangsung?! Siapa orangnya?!
Ne, aku sudah baikan. Tapi...” Ekspresi wajah Hyunsu berubah murung.
“Tapi kenapa, Hyunsu?” Tanya Sunggyu hyung bingung.
“Dimana Myungsoo? Siapa orang yang telah memberikan jantungnya pada ku?” ucap Hyunsu sambil menitikan air mata.
“Changia aku disini! Di samping mu!” Ucapku sedikit berteriak karena senang.
“Hyunsu-sii, bersabarlah. Myungsoo pasti akan menemuimu. Dia pergi untuk urusan kantor sementara waktu.” Sunggyu hyung menghapus air mata yang membahasahi pipinya saat itu.
“Yakh! Apa kalian tidak lihatku! Aku di sini! Apa kalian bisa dengar suaraku?!” pekikku keras. Tak ada yang merespon. Ya tuhan apa yang terjadi sekarang?! Ada apa dengan mereka?! Apa mereka buta sampai tak bisa melihatku?! Kenapa mereka tak bisa mendengar suara ku padahal aku sudah berteriak?! APA YANG SEBENARNYA TERJADI?!
Sunggyu hyung keluar ruangan. Diluar sudah ada Seulbin dan Haneul. Mereka berdua menghampiri Sunggyu hyung.
“Apa dia sudah tau?” Tanya Haneul.
“Untuk saat ini, tolong jangan membahas tentang Myungsoo dan siapa pendonornya, ne?” Ucapan Sunggyu hyung diikuti anggukan Seulbin dan Haneul. Apa maksunya itu?! Pendonor? Kenapa dia tidak boleh tau dengan ku dan pendonor itu?
Untuk menjernihkan pikiranku sejenak, aku pergi ke luar rumah sakit. Aku melintasi jalan. Tiba-tiba saja sebuah truk yang melaju kencang mengklakson pajang. Aku berdiri tepat didepannya. Truk itu tidak menabraku dan membuatku terpental. Hanya melewati tubuhku.
Sekarang aku baru sadar, aku bukanlah manusia. Aku sudah menjadi arwah. Benar kata sosok berjubah putih, Hyunsu masih menungguku. Aku meletakan surat donor ke meja Sunggyu hyung dan mengirim pesan singkat ke Seulbin, lalu aku menabrakan diri ke truk pada malam itu. Aku yang memberikan jantungku untuknya.
 Aku mengerti kenapa Sunggyu hyung, Haneul, dan Seulbin menyembunyikan semua itu dari Hyunsu. Mereka pasti juga takut dia akan melakukan hal yang lebih berbahaya lagi dari apa yang aku lakukan. Aku memang masih mencintainya. Tapi cintaku ini juga akan menyakitinya kalau aku tidak membuatnya tenang. Aku tidak bisa meninggalkanya seperti ini. Apa yang harus ku lakukan?
(Myungsoo PoV End)
***
(Hyunsu PoV)
            Sore ini aku sudah boleh pulang. Tapi kenapa Myungsoo tidak ada disini? Ada apa dengannya? Biasanya dia selalu mendahulukan aku dia atas segalanya. Ya ampun, kenapa aku jadi Choding begini? Tapi tetap saja, aku merindukan Myungsoo. “Myungsoo-ssi, apa kau begitu sibuk sampai tidak sempat untuk menelponku yang sudah sembuh ini?” Gumamku.
            “Hyunsu-ssi, ayo kita pergi.” Ucap Seulbin sambil membawakan barang-barangku. Aku hanya mengangguk. Haneul membantuku berjalan. Sunggyu sudah menunggu di bawah dengan mobilnya. Mereka mengantarku pulang ke rumah yang sudah aku tinggalkan mungkin lebih dari 1 bulan. Dan setengah dari harinya tidak ada Myungsoo. Dia diamana?
            Aku sudah sampai didepan rumahku. “Apa perlu kami temani?” tawar ketiga sahabatku. Aku hanya menggeleng dan berkata aku ingin sendiri saja. Ketiga sahabat ku mengerti dan meninggalkan kan ku sendiri.
            Aku memasuki rumahku. Hanya cahaya lampu yang menyambutku. “Aku pulang.” Ucapku sambil menarik kedua sudut bibirku dan membuat senyuman menghiasi wajahku. Rumah ini tidak ada berubahnya. Aku menelusuri seluruh rumah dan tetap tidak menemukan dia dimanapun. Apakah selama itu masa kerjanya?
            Saat aku melewati ruang tamu, aku tidak menemukan foto pernikahanku. Ternyata figuranya terjatuh dan kacanya pecah menyerak di lantai. Aku mengambil sepihan kaca itu tapi, “Au!” serpihan kaca itu melukai tanganku dan mengeluarkan darah yang cukup banyak. Sangat pedih rasanya. Aku segera membersihkan luka itu. Entah kenapa ada keadaan ganjil disini. Kenapa figura itu bisa jatuh?
            Entah kenapa aku ingin melihat kotak surat ku. Aku menemukan beberapa surat dari kantor Myungsoo berkerja, dari saluran kabel, dan dari pemakaman?! Siapa yang meninggal?! Aku menuju kedalam rumah. Menembuka amplop surat itu dan perlahan membuka lipatannya. Kim Myungsoo, namanya tertulis jelas disana. Sudah dikuburkan semenjak 2 minggu yang lalu.
            Aku membekap mulutku tidak percaya. Kenapa semua menyembunyikannya dari ku?! Apa mereka tak tau seberapa rindunya tidak bertemu dengannya?! Apa mereka tak tau seberapa lelah aku menunggu orang yang tidak akan pernah kembali?! Aku menangis hebat malam ini. Nafasku terasa sesak.
            “Kenapa? Kenapa kau meninggalkan aku? Apa kau tak ingin melihatku sembuh? Apa kau sudah lelah dengan ku sampai-sampai meninggalkanku selama ini?!” pekikku keras. Aku menenggak alkohol. Tak peduli seberapa banyak dan seperti apa kondisiku nantinya. Jika saja aku mati aku akan bisa menyusulnya, mengatakan bahwa kau sangat mencintainya dan merindukannya.
(Hyunsu PoV end)

(Myungsoo PoV)
            Aku yang kini menjadi arwah hanya bisa melihat yeoja-ku sambil menitikan air mata. Seberapa keraspun aku berteriak, Hyunsu tidak akan mendengarkannya. Seberapa banyak aku berusaha menyentunya, percuma saja, seperti ada dinding tebal yang menghalangiku. Aku hanya dapat menyaksikan Hyunsu.
            “Noe arranyeo? aku mencintai mu...” Ucapku lirih.
            “Aku juga mencintaimu...” Ucap Hyunsu yang masih duduk dengan memeluk ke dua lututnya sendiri.
            “Apa kau bisa mendengarku?!” Ucapku terkejut setelah mendengar apa yang dikatakan Hyunsu. Hyunsu hanya terdiam, sepertinya memang Hyunsu benar-benar tidak bisa mendengarku. Aku melanjutkan perkataanku.
            “Tapi tidak untuk menyakitimu...” air mata membasahi pipiku di malam yang terasa panjang ini. Hyunsu berjalan menuju ruang tamu. Melihat figura foto pernikahan kami yang sudah hancur. Dia mengambil foto diantara kaca-kaca pecah yang tadi melukai tangannya. “Changi-a... aku ingin bersamamu, hanya itu saja yang aku butuhkan, tidak lebih. Bolehkah aku menyusulmu?” Ucap Hyunsu sambil menangis dan mengusap foto pernikahan kami.
            Aku langsung terkejut. Suaraku terasa tercekat. Tak bisa mengeluarkan sepatah katapun. Tubuhku membeku. Tak bisa bergerak sesenti pun. Hyunsu meraih sepotong pecahan kaca. Meletakannya di pergelangan tangannya. “Tunggu aku... kita akan berbahagia disana...” hanya tinggal menggores pergelangan tangannya itu, tanganku refleks memegang tanganya untuk menghentikan aksinya itu.
            Kaca di tangannya itu terpental. Hyunsu terkejut dan takut. Dia tidak tau siapa yang mencegahnya. Dia mendongak ke atas. Menemukan ku dengan sesosok namja yang memakai pakaian pengantin. Persis seperti saat pernikahannya setahun yang lalu.
            “Andwe..!” Ucapku deras.
            “Lepaskan aku! Apa aku tidak boleh menyusulmu?!” teriak Hyunsu. Kini kami bisa saling melihat dan mendengar satu sama lain. Itulah yang kami butuhkan. Aku meluk erat tubuh Hyunsu. Tak ada lagi tembok tebal yang membatasi Aku untuk menyentuhnya.
            “Mianhae, aku meninggalkan mu seperti ini, aku membuatmu tersiksa...” bisikku. Tangisan Hyunsu makin deras. Aku melepaskan pelukanku. Menghapus air mata di pipi Hyunsu. “Kau pasti lelah karena terlalu banyak menagis. Kau butuh istirahat.” Beberapa detik kemudian, aku menggendong Hyunsu. Membawanya ke kamar dan membaringkannya diatas tempat tidur. Hyunsu sudah lebih tenang dari sebelumnya. Air matanya berhenti mengalir.
            Aku ikut berbaring disamping Hyunsu. Meraih tubuh Hyunsu dan memeluknya erat. “Changi-a, aku akan pergi...” Bisikku.
            “kau tidak boleh pergi...” Hyunsu mengeratkan pelukan. Isyarat untukku, melarang aku pergi.
            “Tolong izinkan aku pergi....” Pinta ku padanya.
            “Aku tidak bisa... itu sangat sulit...” Hyunsu kembali menagis.
            “Hidupku sudah berhenti disini. Sementara kau harus tetap melanjutkannya...” Jelas ku singkat agar dia mau menghadapi kenyataan. Hyunsu meraih tangan ku.
            “Aku akan pergi bersama mu...” mohon Hyunsu sambil menggenggam tangan ku yang dingin.
            “Tidak bisa...” Aku hanya menggeleng lemas. “Aku berjanji akan menjagamu lebih baik dari pada sekarang di keabadian nanti...” Ucap ku mantap untuk meyakinkannya.
            “Apakah kau yakin kita akan betemu dikeabadian nanti?” Hyunsu masih meragukan perkataanku.
            “Aku yakin. Karena detak jantungku akan selalu bersamamu... Dimana kau bisa menemukan ku hanya dengan merasakannya.” Aku meletakan tangan Hyunsu di dada sebelah kirinya. Sepertinya, Hyunsu merasakanya. Detakan itu membuatnya tenang.
            “Tolong Bertahanlah disini... Carilah namja yang lebih baik dari diriku... kita berdua harus melanjutkan hidup...” Bisikku. Hyunsu hanya mengangguk dan meletakan kepalanya di dada ku. Hal itu sangat berat untuk dia lakukan.
            “Buatlah hidupmu seperti surga yang membahagikan, jangan buat hidupmu tersiksa karena raga ku tidak bisa di sampingmu...” Aku membelai kepala Hyunsu lembut.
            “Detakku akan selalu berada didalam dirimu, membuatmu bisa hidup dan merasakan kebahagiaan yang lebih lama. Pada akhirnya, kita akan bertemu lagi di keabadian...” Ucapan terakhirku kepada Hyunsu. Kini Hyunsu sudah tenang dalam tidurnya. Aku bisa bernafas lega
            WALAU HATI INI SEBENARNYA TERSIKSA.
            Tuhan, berikan aku waktu hingga matahari terbit... Izinkan aku menyentuhnya lebih lama, memandanginya lebih lama, sampai hatiku benar-benar ingin pergi... Izinkan aku tuhan... Agar aku bisa kuat hidup tanpanya di sana...
Tuhan mengabulkan permintaan terakhirku sebelum aku menuju dunia keabadian...
(Myungsoo PoV End)
(Hyunsu PoV)
            Aku membuka mata ku perlahan. Mendengarkan suara riuh hujan di luar sana. Aku mencari keselilingku. Dimanakah dia? Apakah dia sudah benar-benar pergi dari dunia ini? Air mataku meleh kembali.
            Aku yakin yang menemuiku semalam adalah dia. Apakah dia datang untuk berpamitan? Apa maksudnya mendengarkan detaknya? Apa jangan-jangan, dia lah pendonornya?! Dari pada menerka hal yang tidak tidak, aku menelpon ke 3 sahabatku itu untuk memintai penjelasan.
            Mereka datang ke rumahku. Menjelaskan semua yang terjadi pada Myungsoo dan siapa pendonornorku. Dia adalah Myungsoo. Myungsoo menabrakan diri malam itu dan mendonorkan jantungnya pada ku. Betapa nekatnya dia?
            Jika saja dia tidak datang semalam, mungkinkah aku akan terima kenyataan bahwa dia sudah tiada? Munggkin tidak. Kini bagian dari hidupnya ada di tanganku. Yang membuatku bisa bernafas kembali...
            Hari ini, didepan makamnya, aku bersumpah.
Aku tidak akan menyia nyiakan apa yang telah dia beri padaku.
Aku akan bertahan seperti apa yang dia minta.
Terimakasih Tuhan telah mengirimkan malaikat tak bersayap untukku.
Terimakasih, telah mejadi penyelamat hidupku.
Terimakasih telah membuatku bahagia selama ini.
Beristirahat dengan tenang dia sana dan tunggulah aku sampai saatnya tiba...
(Hyunsu PoV End)

END

No comments:

Post a Comment