Title :
Remember This Beat
Author :
Salsabilla
Genre :
Sad romance and Friendship
Rating :
13+
Leght : One shoot
Main Cast :
-Kim Myungsoo
-Park Hyunsu
Other Cast :
-Kim Sunggyu
-Jung Haneul
-Shin Seulbin
Little note :
ini FF murni karya author dan terinspirasi dari lagu Infinite “Paradise”.
Mungkin ini lagu lama, tapi author baru sadar kalo ini
lagunya menyentuh *jitak* -_-.
Dont copy without
permission, be good reader ne? Read+Like+Promote+comment ne?^^
*let’s
read ^^*
(Author
PoV)
Matahari pagi mulai menembus dari
jendela kaca. Seorang namja masih berguling-guling di atas tempat
tidurnya, menghindari matahari tersebut. Tiba-tiba pintu kamarnya dibuka oleh
seorang yeoja yang telah lama singgah di hidupnya. Park Hyunsu.
“Myungsoo-a, ayo bangun.” Ucap Hyunsu itu sambil mengguncang badan
Myungsoo. Myungsoo hanya bersembunyi dibawah selimutnya. “Myungsoo-a...” rengek
Hyunsu yang masih mengguncang bahu Myungsoo.
“Wae gaeurae, changi?” ucap
Myungsoo sambil tersenyum dengan matanya yang masih tertutup.
“Kau kan janji kemarin mengajak ku
jalan-jalan.” Ucap Hyunsu sambil mengecutkan bibirnya.
“Ah~ Geurae? Kajja!” Ucap
Myungsoo sambil duduk tegak diatas kasurnya dengan semangat.
“Cepat mandi, Myungsoo-a~” Hyunsu memberikan
handuk kepada Myungsoo dengan senyum mengembang di wajahnya.
“Ne, changi.” Myungsoo pun mencubit
pipi Hyunsu dilanjutkan berjalan menuju kamar mandi.
***
Langit seoul yang biru saat ini dihiasi oleh
awan-awan putih yang menandakan hari ini adalah hari yang cerah. Myungsoo dan
Hyunsu berjalan sambil bergandengan tangan ditepi Sungai Han. Tempat favorit
mereka saat Weekend. Sesekali Myungsoo mencium tangan yeoja nya
itu.
Myungsoo hanya memiliki Hyunsu. Hyunsu hanya
memiliki Myungsoo. Mereka berdua tidak tau lagi siapa keluarga mereka. Dulunya
Myungsoo dan Hyunsu tinggal di panti asuhan yang sama. Pada akhirnya mereka
menikah dan hidup bahagia bersama sampai detik ini.
Setelah lelah berjalan, mereka memutuskan untuk duduk di sebuah bangku
kayu. “Myungsoo-a, aku ingin kita melakukan sesuatu...” Hyunsu merebahkan
kepalanya di bahu Myungsoo.
“Changia, kenapa kau hanya memaggilku
Myungsoo? Aku selalu memanggilmu ‘Changi ’ tapi kau hanya memanggilku
Myungsoo. Selama 1 tahun pernikahan kita mungkin bisa di hitung dengan jari kau
memangilku ‘Changi’”. Protes Myungsoo panjang lebar.
“Myungsoo-ku
ini choding, ya?” Hyunsu mendengus tertawa. Kepalanya masih menempel di
pundak Myungsoo.
“Anni-a bukan itu maksudku, changi.
Hanya saja aku juga ingin di panggil seperti itu.” Ujar Myungsoo sambil
menundukan kepalanya.
Hyunsu berdiri tegak di hadapan
Myungsoo. Tiba-tiba merunduk mensejajarkan kepalanya dengan kepala myungsoo. “Aigoo,
Nae Myungsoo neumu kyeopta.” Hyunsu mencubit pipi Myungsoo gemas.
“Appo...” Myungsoo mengelus
pipinya yang dicubit oleh Hyunsu.
“Ayo kita sewa sepeda di ujung
sana!” ajak Hyunsu semangat sambil menarik tangan Myungsoo. Myungsoo hanya
terkekeh melihat ulah istrinya itu.
***
“Siap, ne?” ucap Hyunsu yang telah
meletakan kakinya di pedal sepeda yang memiliki 2 bangku dan 2 pasang pedal
tersebut. Hyunsu memegang kendali dengan duduk didepan sementara myungsoo duduk
di belakang membantu sepeda itu berjalan.
“Siap!” Myungsoo menyahut dengan
semangat. Mereka bersepeda dengan semangat. Berkeliling di tepi Sungai Han.
Tiba-tiba saja sepeda mereka oleng. Myungsoo merasa ada yang tidak beres dengan
Hyunsu. “Changi-a, Gwencahna?” BRUKKK! Mereka berdua terjatuh ke tanah.
Hyunsu terkulai lemas dengan mukanya yang pucat. Myungsoo yang melihatnya
segera bangkit dari posisinya tersebut dan meminta bantuan.
Sepuluh menit kemudian ambulans
Seoul Hospital datang dan beberapa petugas mengangkut Hyunsu kedalamnya.
Myungsoo juga ikut masuk menemani Hyunsu. Saat berada di dalam ambulans yang
melesat cepat ke Rumah Sakit, Hyunsu yang telah dipasangi oksigen mulai membuka
matanya. Myungsoo hanya menggenggam erat tangan Hyunsu dan mengatakan “Kau akan
baik-baik saja.” Sambil mengembangkan senyum palsu penutup kecemasannya.
Sesampainya di rumah sakit, Hyunsu
di angkut ke ruang Emergency. Kebetulan, Kim Sunggyu dokter sekaligus sahabat dari Myungsoo dan
Hyunsu sedang berjaga di ruang Emergency. Segera Sunggyu memeriksa
Hyunsu.
Beberapa saat kemudian Sunggyu berkata “Bawa
dia ke ruangan ICU...” dan meminta rekan medisnya untuk memasang beberapa
alat-alat kedoteran serta melakukan beberapa tes. Walaupun Myungsoo tidak tau
apa guna alat dan pemeriksaan yang di sebutkan Sunggyu, tapi dia tau Hyunsu
dalam keadaan Kritis.
***
Myungsoo duduk diruang tunggu rumah
sakit. Menunggu hasil tes. Kepalanya bertumpu pada tagannya yang mengepal. Rasa
cemasnya belum hilang dari tadi. Dia bertanya pada temannya itu. Tapi Sunggyu
hanya berkata, “Tolong tunggu hasil tesnya.”
“Keluarga nyonya Park Hyunsu.”
Seorang perawat menyebutkan nama istrinya.
Myungsoo segera menoleh ke perawat
itu sambil berkata “Ne?”, perawat itu menoleh ke arah Myungsoo.
“Silakan masuk tuan.” Perawat
tersebut meminta Myungsoo memasuki ruangan dokter yang menagani Hyunsu. ‘Kim
Sunggyu’ yang tertera di pintu putih polos untuk memasuki ruangan tersebut.
“Hyung?” ucap Myungsoo didepan pintu
sambil melihat kearah Sunggyu.
“Oh, Myungsoo-a? Masuklah.” Sapa Sunggyu
ramah. Myungsoo berjalan dan akhirnya duduk di sebuah kursi di depan Sunggyu.
“Hyung, apa yang terjadi pada
Hyunsu?” Myungsoo bertanya pada hyung nya itu secara to the point.
Sunggyu menghela nafas panjang. Dia mengambil beberapa file dari amplop coklat
yang ada di sebelahnya. Mengeluarkan hasil ronsen dan menempelkannya pada
sebuah monitor.
“coba lihat ini hasil ronsen jantung
ini...” Sunggyu menunjuk bagian bilik kiri sebelah bawah yang mendekati pembulu
darah. “kau dapat melihat disini...” timpal Sunggyu.
“Apa itu lubang?” tanya Myungsoo.
“Ya. Itu lubang yang cukup besar,
yang membuat bocor pada jantungnya.” Seketika tubuh Myungsoo mendingin. Dia
syok berat mengetahui bahwa Hyunsu memiliki lubang jantungnya. Selama ini
Myungsoo hanya tau Hyunsu baik-baik saja. Hyunsu tidak perah mengeluh sakit
atau apapun. Myungsoo terlihat nanar. “Hanya ada 1 cara...” Myungsoo tersadar,
kalimat yang di ucapakan Sunggyu memberinya harapan.
“Lakukan Traspalasi Jantung.” Ucap
Sunggyu mantap.
“Mwo? Apa tidak ada cara lain
selain melakukan hal tersebut?” Myungso terkejut. Mencari pendonor bukanlah hal
yang mudah.
“Tak mungkin lagi dilakukan.
Jantungnya tidak bisa di selamatkan.” Walau pun sedikit iba mengatakannya pada
Myungsoo, Sunggyu harus mengatakan hal yang sebenarnya seperti kode etik dokter.
Myungsoo terlihat sangat syok. Mukanya memucat seteah mendengar penjelasan
Sunggyu.
Sunggyu berjalan mendekati Myungsoo.
“Sekarang berdoalah agar kita bisa segera menemukan pendonor untuk Hyunsu. Aku
akan mengurusnya.” Sunggyu memepuk-nepuk bahu Myungsoo untuk menguatkannya.
“Kau harus kuat agar dia juga bisa bertahan.” Timpal Sunggyu yang dibalas
anggukan lemas oleh Myungsoo.
***
@ICU
Room, 8 PM.
Myungsoo menggenggam erat tangan
Hyunsu. Berdoa kepada yang maha kuasa agar Hyunsu dapat keluar dari keadaan
ini. Yang membuatnya heran, kenapa ini terjadi sangat tiba-tiba. Apalagi Hyunsu
terlihat baik-baik saja selama ini. Memang bisanya penyakit kronis baru bisa
terasa saat puncaknya. Myungsoo benar-benar tidak menyangka hal ini. Di setiap
deru nafasnya, dia berdoa agar Hyunsu bisa mendapatkan donor jantung yang
bagus.
Klekk.
Dua orang yeoja semuran mereka
memasuki kamar Hyunsu.”Haneul-ssi, Seulbin-ssi?” Myungsoo terkejut melihat
kedatangan sahabatnya ini.
“Annyeong Myungsoo-ssi. Annyeong
Hyunsu.” Sapa Haneul dan Seulbin ramah.
“Annyeong.” Myungsoo membalas sapaan
mereka. Dia terlihat sedikit terkejut melihat kedatangan Seulbin dan Haneul.
“Mianhae, aku tidak mengatakan kalau Hyunsu dirawat.” Ujar Myungsoo.
“Ah~ gwancaha, tadi Sunggyu memberi
tahuku. Kami juga minta maaf dengan kedatangan kami yang mendadak ini.” Seulbin
mengusap tengkuknya.
“aku senang kalian bisa datang.”
Myungsooo akhirnya tersenyum semenjak kejadian tadi pagi di Sungai Han.
“Myungsoo-ssi, bagaimana keadaan
Hyunsu?” Tanya Haneul.
“Keadaannya masih lemah. Sekarang
dia sangat membutuhkan donor jantung.” Ujar Myungsoo lirih.
“Ah~ geurae? Semoga dia segera
mendapatkan donor yang tepat.” Harap Haneul yang melihat keadaan sahabatnya
yang terbaring lemah di atas tempat tidur.
“Hyunsu-ssi, cepatlah sembuh ne?
Cepatlah sembuh dan berkumpul bersama lagi.” Seulbin memandang Hyunsu dengan
penuh harapan.
“Myungsoo-ssi, kau pasti belum
makan. Ini, kami bawakan makanan untukmu.” Haneul memberika kotak makan kepada
Myungsoo.
“Terimakasih sebelumnya. Maaf telah
merepotkan kalian berdua, tapi aku tidak lapar.” Ujar Myungsoo.
“Ye? Myungsoo-ssi, apa kau yakin
tidak merasa lapar? Aku yakin kau dari tadi belum makan.” Haneul menatap tidak
percaya.
“Kau harus makan. Jangan sampai kau
ikut tumbang.” Timpal Seulbin sambil memijit bahu Myungsoo.
“Gomawo sudah
memperhatikanku.” Myungsoo merasa terhibur memiliki sahabat-sahabat seperti
mereka.
“Ayo, kita makan sebentar di luar.”
Ajak Haneul.
“Ne, ayo kita makan diluar sebentar.
Kita pasti tidak boleh makan disini.” Myungsoo hanya memandangi wajah Hyunsu
mendengar perkataan Seulbin tersebut.
“Hyunsu pasti marah kalau tau kau
tidak makan seharian.” Ucap Haneul kepada Myungsoo. Myungsoo pun tersadar. Ya,
betul kata Haneul, Hyunsu akan marah jika melihatku tidak makan seharian pikir
Myungsoo.
“Geurae. Aku akan makan.” Akhirnya,
setelah di bujuk-bujuk Myungsoo mau makan.
“Hyunsu-ssi, kami pinjam Myungsoo
dulu ne?” Seulbin meminta izin kepada sahabatnya itu. Setelah beberapa saat,
mereka pergi meniggalkan ruangan tempat Hyunsu dirawat. Akhirnya Myungsoo bisa
tersenyum dan tertawa lagi setelah bertemu sahabat-sahabatnya.
(Seoul
Hospital, 8 AM)
Matahari mulai menembus
jendela-jendela rumah sakit. Myungsoo terbangun merasakan terpaan matahari.
Bukan hanya itu, dia juga merasakan genggaman erat dari tangan Hyunsu. Mata
bulatnya terbuka sepenuhnya.
“Changi-a, kau sudah bangun?”
Myungsoo mencium tangan Hyunsu.
“Hmm.” Hyunsu hanya mengangguk
lemah. Dia ingin mengatakan sesuatu. Myungsoo pun segera mendekatkan telinganya
mendengarkan omongan Hyunsu. “A...ku..ke...ke..na...pa?” Ucapnya terbata-bata.
Myungsoo hanya menggeleng dan mencium kening Hyunsu sambil menggengam erat
tangannya untuk menenangkan yeoja-nya itu.
Setelah bersiap-siap dan pamit
kepada Hyunsu untuk keluar sebentar. Myungsoo segera melesat ke rungan Sunggyu,
sebelumnya dia menanyakan keberadaan Dokter itu kepada petugas rumah sakit.
“Dr. Sunggyu ada diruangannya.” Ucap
petugas rumah sakit kepada Myungsoo. Segera dia melesat ke sana.
TOK TOK TOK
“Masuk.” Sahut Sunggyu dibalik pintu
ruangannya.
“Annyeonghaseo hyung.” Sapa
Myungsoo.
“oh- annyeong Myungsoo-ssi.
Masuklah.” Sunggyu mempersilakan Myungsoo masuk keruangannya dan duduk di
hadapannya.
“Ada apa Myungsoo?” tanya Sunggyu
sambil membalik-balik file di tangannya.
“Hyung, ngomong-ngomong, apakah
sudah ada pendonor untuk Hyunsu?” Tanya Myungsoo dengan wajah seriusnya.
Sunggyu menghentikan kegiatannya dan beralih kepada Myungsoo.
“Myungsoo-sii.” Sunggyu menatap
Myungsoo dengan serius.
“ne hyung?”
“Kemarin aku sudah mengeceknya ke
bagian pendonoran Nasional...”
“Lalu?”
“nihil, tidak ada pendonor jantung.”
Jawab Sunggyu sedikit lirih. Myungsoo mulai nanar. Tiba-tiba terlintas sesuatu
ide di benaknya.
“Bagaimana kalau aku?” ucap Myungsoo
spontan.
“Kau?” tanya Sunggyu terkejut.
“Iya, aku.” Ucap Myungsoo serius
sambil membulatkan matanya.
“Sebenarnya bisa, tapi...” Sunggyu
berfikir untuk melanjutkan kalimatnya itu.
“Tapi apa hyung?” Myungsoo sangat
penasaran
“Orang yang bisa mendonorkan
organnya hanya orang yang dalam keadaan mati otak.” Ucap Sunggyu tegas.
Sejenak, Myungsoo berfikir. “Hyung, tolong
dafatarkan aku untuk pendonor.” Myungsoo membulatkan tekadnya.
“Yakh, noe michiseo? Kau tidak
berfikir macam-macam kan?” Sunggyu terbulalak mendengar pernyataan Myungsoo.
“Bagaimana pun juga aku masih memilki akal,
Hyung!” Myungsoo membanting meja Sunggyu.
“Andwe. Kau tidak boleh melakukannya!” Ucap
Sunggyu tegas.
“Jebal hyung. Aku mencintai Hyunsu!
Apa salahnya aku melakuakan sesuatu padanya?!” Bentak Myungsoo.
“Kalau orang itu adalah kau, aku tak ingin
mengurusnya.” Sunggyu berusaha tenang tetapi masih tegas. Entah kenapa Sunggyu
tidak mengizinkan sahabatnya ini. Ada rasa takut melepaskan sahabatnya ini.
“Aku janji, aku tak akan melakukan hal yang
aneh. Tolong izinkan aku hyung!” Myungsoo memohon kepada Sunggyu.
“Urus saja sendiri.” Jawab Sunggyu ketus.
“Geurae! Aku akan mengurusnya sendiri!”
Myungsoo keluar dengan wajahnya yang memerah. Dia membanting pintu ketika
keluar. Semua orang sekelilingnya terkejut dan menoleh ke asal suara.
***
Hari demi hari berlalu. Sekarang sudah 2
minggu semenjak Hyunsu dirawat di rumah sakit itu. Kondisinya semakin memburuk
sementara tidak ada sebuah jantung pun yang akan didonorkan untuk Hyunsu.
Kondisi Hyunsu yang buruk itu juga menyebabkan dia tidak sadarkan diri.
Malam ini, Sungggyu yang memeriksa Hyunsu
dan membolak-balik selembar kertas sambil melihat ke sebuah monitor masih belum
mengeluarkan sepatah katapun. Myungsoo hanya berdoa harap-harap cemas.
“Chogiyeo? Myungsoo-ssi...” Tegur Sunggyu
pada Myungsoo yang merunduk di luar ruangan.
“Ne hyung.” Jawabnya sedikit terkejut.
“Ikut aku sebentar.” Ajak Sunggyu. Myungsoo
pun mengikuti Sunggyu ke rungannya. Muka Sunggyu menunjukan ekspresi yang
kurang baik. Myungsoo hanya berusaha berfikir positif. Itu semua percuma. Rasa
cemasnya belum juga hilang karna ekspresi Hyung-nya itu.
Setelah sampai diruangan Sunggyu, Sunggyu
menghela nafasnya berat. “Myungsoo-ssi...” Sunggyu memulai pembicaraan.
“Langsung saja hyung.” Ucap Myungsoo
datar.
“Aku sudah berusaha sekuat tenaga. Tapi
tuhan sepertinya berkehendak lain...” Ucap Sunggyu sambil memandang lurus
Myungsoo.
“Ma..mak..sudd.. mu Hyung?” Myungsoo tak
bisa mencerna perkataan Hyungnya dengan baik. Ada rasa tidak terima dengan
perkataan itu.
“Kondisinya tak memungkinkan lagi. Jika
dalam 24 jam dia tidak mendapatkan donor, menurut ilmu kedokteran...”
Myungsoo memotong cepat perkataan Sunggyu.
“Nyawanya tidak dapat di selamatkan.” Ucap Myungsoo sambil menitikan air mata.
“Ya, kau benar Myungsoo.” Sunggyu memandang
iba kearah Myungsoo. “Kau di tuntut untuk tabah Myungsoo-a. Aku tau bagaimana
rasanya. Tapi tolong, bersikaplah tegar.” Ucap Sunggyu sambil menepuk-nepuk
punggung Myungsoo.
“Hyung, Hyung arrayeo? Entah apa yang
harus aku lakukan selanjutnya, aku seperti tidak punya tujuan selain dia....
Dia alasanku untuk bertahan Hyung... Aku gagal melindunginya, Hyung...”
Air matanya mengalir deras. Sunggyu memeluk sahabatnya itu.
“Kim Myungsoo, terkadang apa yang diinginkan
tak bisa selalu berjalan sempurna. Tuhan punya kehendak lain bagi setiap
manusia.” Andaikan saja ada hal bisa dia perbuat untuk menyelamatkan nyawa
Hyunsu, tapi kepintarannya hanya sebatas itu. Selebihnya ada di tangan tuhan.
(Author
PoV End)
***
(Myungsoo
PoV)
Setelah keluar dari ruangan Sunggyu hyung,
aku memutuskan untuk pulang ke rumah. Seulbin dan Haneul bersedia untuk menjaga
Hyunsu malam ini. Hanya cahaya lampu yang terang yang menyambutku saat
memijakan kaki di rumah itu. Entah sampai kapan akan seperti ini. aku sangat
membutuhkannya dalam hidupku. Bagaimana bisa aku hidup tanpanya?
Aku memandangi setiap sudut ruangan.
Aku menangkap sebuah figura foto 5R. Foto pernikahanku dengannya. “Mianhae, aku
tidak bisa menjagamu dengan baik.” Ucapku lirih. Perlahan air mataku mengalir.
Mengingat momen-momen indah bersamanya adalah hal yang menyakitkan bagiku. Pada
kenyataanya aku tidak bisa menjaganya dengan baik.
“Apakah kau bahagia bersama namja
yang tak bisa menjagamu? Apakah kau bahagia?!” PRANKKK! Suara figura foto yang
aku banting ungkapan rasa kekecewaan pada diri ku sendiri. “AKHHH!” Aku benar
frustasi mengingat betapa buruknya pengawasaku padanya. Aku segera menuju
kamarku.
Aku membuka laci meja rias dan
menemukan sebuah amplop coklat. Setelah memastikan apa isinya, aku segera
menuju ke rumah sakit. Aku meletakan amplop itu di ruangan Sunggyu hyung
di lantai 2 dan segera menuju ke luar rumah sakit sambil membuat pesan singkat
untuk Seulbin. Saat aku berada di depan jalan, aku menelpon Sunggyu Hyung. Untungnya
dia segera mengangkat.
“Hyung, noe odieseo?”
“Aku didepan ruanganku. Ada apa?”
“Diatas mejamu kau dapat menemukan
sebuah amplop coklat.”
“Ne, ini isinya apa?”
“Tolong tanda tangani surat di
dalamnya. Aku mohon...”
“Apa maksudmu?” saat aku
melihat sebuah mobil truk melintas, aku mendengar suara teriakan Sunggyu hyung
dari seberang telpon. Tanpa ku perdulikan itu semua, aku berlari ketengah
jalan. TINNNN!!!!!! Kelakson panjang berbunyi aku tidak memperdulikan itu semua
dan nekat berdiri di depan truk itu.
BRUKKKK!
Aku
tidak bisa merasakaan apa-apa selain sebuah benturan besi yang keras menghantam
perutku.
(Myungsoo
PoV end)
#other
side
(Author
PoV)
“Suara apa itu?!” ‘tut-tut-tut’
Sunggyu hanya bisa mendengar itu setelah Myungsoo tak menjawab perkataannya.
Entah mengapa persaannya menjadi tidak enak. Dia mendengar suara klakson
panjang di telpon dan diluar. Saat dia melihat ke jendela ruangannya yang
menghadap langsung ke jalanan kota Seoul, dia melihat sebuah truk berhenti dan
krumunan orang disana.
“Mungkinkah...” Sunggyu mengingat
sesuatu.
“Tok tok tok” pintu ruangnnya diketuk.
“Masuk!” Ucap Sunggyu cepat. Seorang
memasuki ruangan Sunggyu.
“Sunggyu-ssi! Myungsoo mengirimkan
pesan aneh kepadaku!” Seulbin terlihat panik.
“Ne?! Pe..pesan aneh bagaimana?”
Sunggyu mengangkat kedua alisnya.
“isinya, ‘jantungku untuk Hyunsu’
.”
“Mwo?! Ayo kita kebawah!”
Ajak Sunggyu kepada Seulbin. Yang dia rasakan tentang Myungsoo waktu membahas
donor jantung itu terasa saat ini. Apakah dugaannya benar Myungsoo akan
melakukan hal yang membahayakan dirinya sendiri? Sunggyu dan Seulbin segera
menuju ruang Emergency.
Dugaan Sunggyu benar. Tubuh Myungsoo
bermandikan darah. Haneul menggiringi Myungsoo yang sedang terbaring di tempat
tidur rumah sakit sambil didorong oleh beberapa petugas. Ketiga sahabat syok
melihat aksi Myungsoo yang sangat berbahaya itu. Andaikan saja nyawanya tidak
terselamatkan, apa yang akan terjadi?
Monitor jantung masih tidak stabil.
“Pipppppp...” grafik detak jantungnya datar. “Myungsoo-a!” pekik Haneul sambil
menangis. Seulbin berusaha menenangkan Haneul. Alat pacu jantung sudah di
siapkan.
“250!” ucap dokter yang menangani
Myungsoo.
Seorang perawat menekan tombol di
alat itu, beberapa detik kemudian dia mengatakan “Siap!”
Alat pacu jantung ditelpelkan di
dada Myungsoo. Deg! “tit..tit..tit..” Grafiknya naik turun kembali. Nyawanya
dapat diselamatkan. Sunggyu, Seulbin, Haneul, sudah bisa bernafas lega.
Myungsoo dibawa ke ruang rawat.
***
“Dia lari ketengah jalan lalu menabrakan
dirinya pada truk yang sedang melintas.” Ujar Haneul lirih. Haneul yang saat
itu sedang berada di atas trotoar melihat seorang namja berlari ketengah
jalan. Saat memastikannya, namja itu adalah Myungsoo.
“Dia nekat sekali...” Ucap Sunggyu sambil
menghela nafas panjang.
“Bagaimana keadaan Myungsoo?” Tanya Seulbin.
“Myungsoo mengalami mati otak.” Sunggyu
merunduk lemas.
“Apa?! Maksudnya apa?” Haneul terkejut.
“Kalau aku samakan, dia sama seperti mayat
hidup.” Jelas Sunggyu singkat.
“Sunggyu-ssi, bagaimana dengan pesan yang
sama yang didapatkan dari Myungsoo?” Sunggyu segera mengeluarkan sebuah amplop
coklat setelah mendengar perkataan Seulbin.
“Aku mendapatkannya dari Myungsoo. Aku tak
tau harus tanda tangan atau apalah. Baca sendiri isinya.” Ucap Sunggyu sambil
meletakan surat diatas meja. Haneul mengambil surat itu. Membuka amplop coklat
itu dan Seulbin segera mendekat dan ikut membacanya.
“Su...ssurat donor?” Tanya Haneul dengan
terbata-bata.
“Ya, apa menurut kalian kejadian ini sudah
direncanakan?” Tanya Sunggyu memandang serius kepada kedua yeoja yang
ada didepannya. Pertanyaan itu hanya dibalas anggukan lemas. “Itulah hal yang
aku takutkan ketika Myungsoo mengatakan akan mendonorkan jantungnya untuk
Hyunsu dua minggu yang lalu...” Ucap Sunggyu lirih.
“Myungsoo sudah bertekat untuk
melindunginnya...” ucap Haneul sambil melihat ke luar jendela.
“Izinkan saja, kita pikirkan Hyunsu dan
Myungsoo untuk kedepannya. Jika saja itu tidak dilakukan, Hyunsu tak selamat
sementara Myungsoo akan terbaring lama di ruang rawat.” Pikir Seulbin.
“Kau benar.” Sunggyu meraih pena di saku jas
dinasnya. Mengambil surat tersebut dan menandatangani surat itu. “Aku harap
keputusan ini tidak salah...” Ucap Sunggyu sambil meraih telpon dan
memerintahkan operasi untuk Hyunsu kepada rekan medisnya.
***
Operasi dilakukan 2 jam kemudian, setelah
mengurus surat izin donor. Sunggyu dan rekan medisnya menangani operasi Hyunsu
dan Myungsoo. Haneul dan Seulbin mengurus kecelakaan yang menimpa Myungsoo yang
murni bisa disebut ‘bunuh diri’ oleh pihak kepolisian. “Bukan bunuh diri, tapi
berkorban.” Ucap Seulbin ketus mengkoreksi perkataan pihak kepolisian yang
mengintrogasinya.
Di setiap langkah mereka, mereka berdoa
untuk keduannya. Semoga semua dapat berjalan lancar tanpa ada hambatan. Semoga
tak ada rasa yang menghalangi mereka pada akhirnya. Semoga mereka bisa hidup
bahagia dia alamnya masing-masing.
Akhirnya, operasi selesai dilakukan. Sunggyu
keluar dari ruang operasi. Haneul dan seulbin yang menunggu sudah harap-harap
cemas menunggu kepastian. “Operasinya berjalan sukses.” Mereka berdua sudah
bisa beranafas lega setelah mendengar perkataan Sunggyu.
“Lakukan segera pemakamannya...” Ucap
Seulbin lirih. Ya, sesudah operasi ini yang harus dijalankan adalah pemakaman.
Pemakaman Myungsoo. Itu sebabnya hanya orang dalam keadaan mati otak atau
kritis yang diizinkan mengikuti kegiatan donor organ.
Semua
sahabat hadir dalam pemakaman tersebut. Tak lupa keluarga panti asuhan yang
dulu merawat Myungsoo dan Hyunsu. Acara pemakan berlangsung dengan berderai air
mata. Myungsoo sudah pergi untuk selamanya. Untuk orang yang selama ini mengisi hidupnya. Untuk kebahagiaanya dan
dirinya.
***
(Myungsoo
PoV)
Ruangan apa ini? kenapa aku ada disini? Aku
berjalan tak tentu arah berusaha menemukan ujung, mustahil. Tak ada benda
apapun bahkan juga setitik debu.
“Hei...” Ucap seseorang dari arah belakang.
Reflek aku menengok kebelakang. Ake melihat sesorang dengan jubah berwarna
putih.
“kau siapa?” tanyaku kepada wujud berjubah
putih itu.
“Selesaikan masalah mu dulu...” ucap sosok
misterius itu. aku yang tak mengerti langsung bertanya.
“Apa maksudmu?” tanyaku heran.
“masih ada yang menunggumu.” Ucapnya datar.
Dia memegang bahuku dan tiba-tiba tempat ku berpijak ini runtuh. Aku menutup
kedua mataku rapat-rapat, tak ingin melihat ke sekitarku. Keringat dingin
membasahi tubuhku.
Aku tersadar dan membuka mataku perlahan.
Apakah yang tadi itu mimpi buruk? Kenapa aku mengenakan satu stel kemeja
lengkap? Tunggu, aku menggunakan stelan saat menikah dengan Hyunsu. Bagaimana
bisa?! Ini di dapur rumahku. Apa aku mabuk dan tertidur disini?
Beribu pertanyaan menghiasi otakku. Tapi
hanya satu tujuanku, menemui Hyunsu ke rumah sakit! Apakah Hyunsu masih bisa
bernafas? Kenapa aku terlalu bodoh meninggalkannya disana sementara aku
memutuskan untuk pulang?! Akhh! Aku tak akan memaafkan diri ku kalau terjadi
sesuatu padanya. Segera aku berlari ke rumah sakit.
Jaraknya cukup jauh, entah kenapa aku tidak
merasakan capek atau sejenisnya. Aku menuju ruang ICU, nihil. Tak ada Hyunsu
disana. Apa yang terjadi padanya?! Aku merasa frustasi lagi. Apa jangan-jangan
Hyunsu sudah tiada seperti perkiraan Sunggyu Hyung, 24 jam? TIDAK
MUNGKIN!
Sunggyu Hyung, dia melintas di
depanku! “Hyung! Hyung!” ucapku memekik deras kearahnya. Tak ada reaksi
apapun dari Sunggyu Hyung. “Hyung! Dimana Hyunsu?!” bentakku pada
Sunggyu Hyung. Dia tetap tidak menjawab. Apakah dia sibuk sampai jadi
setuli itu, sampai tak bisa mendengar suaraku?!
Aku ingin menyentuhnya tapi, seperti ada
penghalang ditubuhku. Sebenarnya ada apa ini?! Sunggyu Hyung memasuki
sebuah ruangan bernomor ‘1310’. Aku tetap mengikutinya. Saat memasuki ruangan
itu aku melihat seorang yeoja. Yeoja-ku,
Park Hyunsu. Aku hanya bisa diam dalam bahagia saat melihatnya sudah bisa
tersenyum dan duduk diatas kasurnya. Aku berjalan cepat ke arahnya.
“Hyunsu-ssi, kau sudah baikan setelah
transpalasi?” Ucap Sunggyu hyung riang. Apa traspalasi?! Jadi Hyunsu
sudah mendapatkannya?! Tapi kenapa Sunggyu hyung tidak memberi tahuku?! Kapan
operasinya berlangsung?! Siapa orangnya?!
“Ne, aku sudah baikan. Tapi...”
Ekspresi wajah Hyunsu berubah murung.
“Tapi kenapa, Hyunsu?” Tanya Sunggyu hyung
bingung.
“Dimana Myungsoo? Siapa orang yang telah
memberikan jantungnya pada ku?” ucap Hyunsu sambil menitikan air mata.
“Changia aku disini! Di samping mu!” Ucapku
sedikit berteriak karena senang.
“Hyunsu-sii, bersabarlah. Myungsoo pasti
akan menemuimu. Dia pergi untuk urusan kantor sementara waktu.” Sunggyu hyung
menghapus air mata yang membahasahi pipinya saat itu.
“Yakh! Apa kalian tidak lihatku! Aku di
sini! Apa kalian bisa dengar suaraku?!” pekikku keras. Tak ada yang merespon.
Ya tuhan apa yang terjadi sekarang?! Ada apa dengan mereka?! Apa mereka buta
sampai tak bisa melihatku?! Kenapa mereka tak bisa mendengar suara ku padahal
aku sudah berteriak?! APA YANG SEBENARNYA TERJADI?!
Sunggyu hyung keluar ruangan. Diluar
sudah ada Seulbin dan Haneul. Mereka berdua menghampiri Sunggyu hyung.
“Apa dia sudah tau?” Tanya Haneul.
“Untuk saat ini, tolong jangan membahas tentang
Myungsoo dan siapa pendonornya, ne?” Ucapan Sunggyu hyung diikuti
anggukan Seulbin dan Haneul. Apa maksunya itu?! Pendonor? Kenapa dia tidak
boleh tau dengan ku dan pendonor itu?
Untuk menjernihkan pikiranku sejenak, aku
pergi ke luar rumah sakit. Aku melintasi jalan. Tiba-tiba saja sebuah truk yang
melaju kencang mengklakson pajang. Aku berdiri tepat didepannya. Truk itu tidak
menabraku dan membuatku terpental. Hanya melewati tubuhku.
Sekarang aku baru sadar, aku bukanlah manusia.
Aku sudah menjadi arwah. Benar kata sosok berjubah putih, Hyunsu masih
menungguku. Aku meletakan surat donor ke meja Sunggyu hyung dan mengirim pesan
singkat ke Seulbin, lalu aku menabrakan diri ke truk pada malam itu. Aku yang
memberikan jantungku untuknya.
Aku
mengerti kenapa Sunggyu hyung, Haneul, dan Seulbin menyembunyikan semua itu
dari Hyunsu. Mereka pasti juga takut dia akan melakukan hal yang lebih
berbahaya lagi dari apa yang aku lakukan. Aku memang masih mencintainya. Tapi
cintaku ini juga akan menyakitinya kalau aku tidak membuatnya tenang. Aku tidak
bisa meninggalkanya seperti ini. Apa yang harus ku lakukan?
(Myungsoo
PoV End)
***
(Hyunsu
PoV)
Sore ini aku sudah boleh pulang.
Tapi kenapa Myungsoo tidak ada disini? Ada apa dengannya? Biasanya dia selalu
mendahulukan aku dia atas segalanya. Ya ampun, kenapa aku jadi Choding
begini? Tapi tetap saja, aku merindukan Myungsoo. “Myungsoo-ssi, apa kau begitu
sibuk sampai tidak sempat untuk menelponku yang sudah sembuh ini?” Gumamku.
“Hyunsu-ssi, ayo kita pergi.” Ucap Seulbin
sambil membawakan barang-barangku. Aku hanya mengangguk. Haneul membantuku
berjalan. Sunggyu sudah menunggu di bawah dengan mobilnya. Mereka mengantarku
pulang ke rumah yang sudah aku tinggalkan mungkin lebih dari 1 bulan. Dan
setengah dari harinya tidak ada Myungsoo. Dia diamana?
Aku sudah sampai didepan rumahku.
“Apa perlu kami temani?” tawar ketiga sahabatku. Aku hanya menggeleng dan
berkata aku ingin sendiri saja. Ketiga sahabat ku mengerti dan meninggalkan kan
ku sendiri.
Aku memasuki rumahku. Hanya cahaya
lampu yang menyambutku. “Aku pulang.” Ucapku sambil menarik kedua sudut bibirku
dan membuat senyuman menghiasi wajahku. Rumah ini tidak ada berubahnya. Aku
menelusuri seluruh rumah dan tetap tidak menemukan dia dimanapun. Apakah selama
itu masa kerjanya?
Saat aku melewati ruang tamu, aku
tidak menemukan foto pernikahanku. Ternyata figuranya terjatuh dan kacanya
pecah menyerak di lantai. Aku mengambil sepihan kaca itu tapi, “Au!” serpihan
kaca itu melukai tanganku dan mengeluarkan darah yang cukup banyak. Sangat
pedih rasanya. Aku segera membersihkan luka itu. Entah kenapa ada keadaan
ganjil disini. Kenapa figura itu bisa jatuh?
Entah kenapa aku ingin melihat kotak
surat ku. Aku menemukan beberapa surat dari kantor Myungsoo berkerja, dari saluran
kabel, dan dari pemakaman?! Siapa yang meninggal?! Aku menuju kedalam rumah.
Menembuka amplop surat itu dan perlahan membuka lipatannya. Kim Myungsoo,
namanya tertulis jelas disana. Sudah dikuburkan semenjak 2 minggu yang lalu.
Aku membekap mulutku tidak percaya.
Kenapa semua menyembunyikannya dari ku?! Apa mereka tak tau seberapa rindunya
tidak bertemu dengannya?! Apa mereka tak tau seberapa lelah aku menunggu orang
yang tidak akan pernah kembali?! Aku menangis hebat malam ini. Nafasku terasa
sesak.
“Kenapa? Kenapa kau meninggalkan
aku? Apa kau tak ingin melihatku sembuh? Apa kau sudah lelah dengan ku
sampai-sampai meninggalkanku selama ini?!” pekikku keras. Aku menenggak
alkohol. Tak peduli seberapa banyak dan seperti apa kondisiku nantinya. Jika saja
aku mati aku akan bisa menyusulnya, mengatakan bahwa kau sangat mencintainya
dan merindukannya.
(Hyunsu
PoV end)
(Myungsoo
PoV)
Aku yang kini menjadi arwah hanya
bisa melihat yeoja-ku sambil menitikan air mata. Seberapa keraspun aku
berteriak, Hyunsu tidak akan mendengarkannya. Seberapa banyak aku berusaha
menyentunya, percuma saja, seperti ada dinding tebal yang menghalangiku. Aku
hanya dapat menyaksikan Hyunsu.
“Noe arranyeo? aku mencintai
mu...” Ucapku lirih.
“Aku juga mencintaimu...” Ucap Hyunsu
yang masih duduk dengan memeluk ke dua lututnya sendiri.
“Apa kau bisa mendengarku?!” Ucapku
terkejut setelah mendengar apa yang dikatakan Hyunsu. Hyunsu hanya terdiam,
sepertinya memang Hyunsu benar-benar tidak bisa mendengarku. Aku melanjutkan
perkataanku.
“Tapi tidak untuk menyakitimu...”
air mata membasahi pipiku di malam yang terasa panjang ini. Hyunsu berjalan
menuju ruang tamu. Melihat figura foto pernikahan kami yang sudah hancur. Dia
mengambil foto diantara kaca-kaca pecah yang tadi melukai tangannya.
“Changi-a... aku ingin bersamamu, hanya itu saja yang aku butuhkan, tidak
lebih. Bolehkah aku menyusulmu?” Ucap Hyunsu sambil menangis dan mengusap foto
pernikahan kami.
Aku langsung terkejut. Suaraku
terasa tercekat. Tak bisa mengeluarkan sepatah katapun. Tubuhku membeku. Tak
bisa bergerak sesenti pun. Hyunsu meraih sepotong pecahan kaca. Meletakannya di
pergelangan tangannya. “Tunggu aku... kita akan berbahagia disana...” hanya
tinggal menggores pergelangan tangannya itu, tanganku refleks memegang tanganya
untuk menghentikan aksinya itu.
Kaca di tangannya itu terpental.
Hyunsu terkejut dan takut. Dia tidak tau siapa yang mencegahnya. Dia mendongak
ke atas. Menemukan ku dengan sesosok namja yang memakai pakaian
pengantin. Persis seperti saat pernikahannya setahun yang lalu.
“Andwe..!” Ucapku deras.
“Lepaskan aku! Apa aku tidak boleh
menyusulmu?!” teriak Hyunsu. Kini kami bisa saling melihat dan mendengar satu
sama lain. Itulah yang kami butuhkan. Aku meluk erat tubuh Hyunsu. Tak ada lagi
tembok tebal yang membatasi Aku untuk menyentuhnya.
“Mianhae, aku meninggalkan mu
seperti ini, aku membuatmu tersiksa...” bisikku. Tangisan Hyunsu makin deras.
Aku melepaskan pelukanku. Menghapus air mata di pipi Hyunsu. “Kau pasti lelah
karena terlalu banyak menagis. Kau butuh istirahat.” Beberapa detik kemudian,
aku menggendong Hyunsu. Membawanya ke kamar dan membaringkannya diatas tempat
tidur. Hyunsu sudah lebih tenang dari sebelumnya. Air matanya berhenti mengalir.
Aku ikut berbaring disamping Hyunsu.
Meraih tubuh Hyunsu dan memeluknya erat. “Changi-a, aku akan pergi...” Bisikku.
“kau tidak boleh pergi...” Hyunsu
mengeratkan pelukan. Isyarat untukku, melarang aku pergi.
“Tolong izinkan aku pergi....” Pinta
ku padanya.
“Aku tidak bisa... itu sangat sulit...”
Hyunsu kembali menagis.
“Hidupku sudah berhenti disini.
Sementara kau harus tetap melanjutkannya...” Jelas ku singkat agar dia mau
menghadapi kenyataan. Hyunsu meraih tangan ku.
“Aku akan pergi bersama mu...” mohon
Hyunsu sambil menggenggam tangan ku yang dingin.
“Tidak bisa...” Aku hanya menggeleng
lemas. “Aku berjanji akan menjagamu lebih baik dari pada sekarang di keabadian
nanti...” Ucap ku mantap untuk meyakinkannya.
“Apakah kau yakin kita akan betemu
dikeabadian nanti?” Hyunsu masih meragukan perkataanku.
“Aku yakin. Karena detak jantungku
akan selalu bersamamu... Dimana kau bisa menemukan ku hanya dengan
merasakannya.” Aku meletakan tangan Hyunsu di dada sebelah kirinya. Sepertinya,
Hyunsu merasakanya. Detakan itu membuatnya tenang.
“Tolong Bertahanlah disini...
Carilah namja yang lebih baik dari diriku... kita berdua harus melanjutkan
hidup...” Bisikku. Hyunsu hanya mengangguk dan meletakan kepalanya di dada ku.
Hal itu sangat berat untuk dia lakukan.
“Buatlah hidupmu seperti surga yang
membahagikan, jangan buat hidupmu tersiksa karena raga ku tidak bisa di
sampingmu...” Aku membelai kepala Hyunsu lembut.
“Detakku akan selalu berada didalam
dirimu, membuatmu bisa hidup dan merasakan kebahagiaan yang lebih lama. Pada
akhirnya, kita akan bertemu lagi di keabadian...” Ucapan terakhirku kepada
Hyunsu. Kini Hyunsu sudah tenang dalam tidurnya. Aku bisa bernafas lega
WALAU HATI INI SEBENARNYA TERSIKSA.
Tuhan, berikan aku waktu hingga
matahari terbit... Izinkan aku menyentuhnya lebih lama, memandanginya lebih
lama, sampai hatiku benar-benar ingin pergi... Izinkan aku tuhan... Agar aku
bisa kuat hidup tanpanya di sana...
Tuhan
mengabulkan permintaan terakhirku sebelum aku menuju dunia keabadian...
(Myungsoo
PoV End)
(Hyunsu
PoV)
Aku membuka mata ku perlahan.
Mendengarkan suara riuh hujan di luar sana. Aku mencari keselilingku. Dimanakah
dia? Apakah dia sudah benar-benar pergi dari dunia ini? Air mataku meleh
kembali.
Aku yakin yang menemuiku semalam
adalah dia. Apakah dia datang untuk berpamitan? Apa maksudnya mendengarkan
detaknya? Apa jangan-jangan, dia lah pendonornya?! Dari pada menerka hal yang
tidak tidak, aku menelpon ke 3 sahabatku itu untuk memintai penjelasan.
Mereka datang ke rumahku.
Menjelaskan semua yang terjadi pada Myungsoo dan siapa pendonornorku. Dia
adalah Myungsoo. Myungsoo menabrakan diri malam itu dan mendonorkan jantungnya
pada ku. Betapa nekatnya dia?
Jika saja dia tidak datang semalam,
mungkinkah aku akan terima kenyataan bahwa dia sudah tiada? Munggkin tidak.
Kini bagian dari hidupnya ada di tanganku. Yang membuatku bisa bernafas
kembali...
Hari ini, didepan makamnya, aku
bersumpah.
Aku
tidak akan menyia nyiakan apa yang telah dia beri padaku.
Aku
akan bertahan seperti apa yang dia minta.
Terimakasih
Tuhan telah mengirimkan malaikat tak bersayap untukku.
Terimakasih,
telah mejadi penyelamat hidupku.
Terimakasih
telah membuatku bahagia selama ini.
Beristirahat
dengan tenang dia sana dan tunggulah aku sampai saatnya tiba...
(Hyunsu
PoV End)
END
No comments:
Post a Comment