*What Must I Fell?**Part 3*
*Sungyeol PoV*
Hubunganku
dan Haneul berjalan cukup lancar. Ada perjanjian kecil namun spesial untuk
kami, merayakan hari jadian setiap bulan. Hehe, memang sedikit aneh, tapi ya
itulah kami. Couple yang cukup aneh -Kurang lebih-Yeah, inilah harinya 0630.
Perayaan 3 bulan. Tapi...
“Neul-a,
mianhae...” Ucapku lirih sambil mengaduk-ngaduk bubur di mangkuk yang
disedakan kantin sekolah.
“Hmm,
Wae geurae?” Tanya Haneul sambil memasukan sesendok bubur ke mulutnya.
“Sepertinya
hari ini batal. Aku akan pergi dengan keluargaku sepulang sekolah.” Haneul
telihat sedikit terkejut.
“Hmm,
geurae? Tidak apa-apa. Masih ada hari lain.” Ucap Haneul sambil tersenyum
tipis.
“Jinja?
Jadi tidak apa-apakan?” Dia hanya mengangguk mengiyakan perkataanku.
“Gomawo
neul-a!” Ucapku sambil mencubit sedikit pipinya.
“Yaaaa...”
Dia mendengus kesal.
“Mwo?”
Ucapku sambil menopang kepalaku dengan kedua tanganku.
“Jangan
lakukan didepan umum...” Ucapnya malu-malu. Aku hanya mengangguk kecil
menanggapinya. “Aku pergi dulu Sungyeol-a” ucapnya sambil membawa napan dan
beranjak dari meja kantin tempat kami duduk. Setelah beberapa langkah, aku
terkikik. Rencanaku berhasil.
Setelah
jam pulang, aku tidak ada acara apapun dengan keluargaku. Hehe, aku berbohong
pada Haneul. “Tuhan, semoga aku bisa mendapatkannya.” Ucapku sambil melangkahkan
kaki keluar gerbang sekolah. Tiba-tiba Eunho memanggilku dari belakang. “Hei,
Lee Sungyeol! Aku ikut!”. Akupun pergi bersama Eunho kesebuah gedung
*Sungyeol PoV End*
*Haneul PoV*
Aku
membanting tasku ke atas kasur. Hal yang pertama yang selalu aku lakukan
setelah sampai dikamarku. Aku menerawang ke jendela kamar. Jendela yang tepat berhadapan
dengan jendela kamar namja cingu-ku. Sekarang dia entah dimana. Saat jam
pulang pun, aku tidak melihat batang hidungnya. Apa dia sangat terburu-buru?
“Haneul-a!”
Panggil Eomma dari lantai satu rumaku.
“Ne,
eomma?” Segera aku menyahut dan melesat menuju tangga dan turun ke
bawah.
“Appa
tadi menelpon dan menyuruh kita untuk siap-siap.” Ujar eomma sambil
membolak balik majalah.
“Untuk
apa eomma?” Tanya ku heran. Padahal hari ini bukanlah hari spesial dan
perayaan ataupun semacammnya.
“Hari
ini kita akan makan malam diluar. Eomma juga tidak tau kenapa appa
mu itu mengajak makan malam diluar. Tapi yang jelas siap-siap dulu sana.” Jawab
eomma yang masih berkutat pada majalahnya.
“Arraseo.”
Aku hanya mengangguk dan berbalik menuju kamarku.
***
Aku
makan malam di sebuah restoran yang sering keluargaku kunjungi. Satu keluarga
lengkap –aku, adik laki-laki ku, eomma, appa- duduk saling berhadapan.
Sambil menunggu makanan yang kami pesan datang, appa mengajak aku dan
Hajeong –adik laki-laki ku- berbincang sedikit tentang Paris.
“Hmm,
Paris... Yang penting suatu saat aku ingin sekali kesana. Pasti menyenangkan
bisa kuliah disana.” Ucapku dengan mata yang berbinar-binar. Paris itu memang
kota yang sangat diimpikan bagi seseorang yang bermimpi sebagai disainer
seperti aku.
“Hmm,
Paris... Yang penting jangan biarkan noona dan eomma memegang
kartu kredit disana.” Mendengar ucapan Hajeong, kami tertawa renyah.
“Geurae?
Sepertinya masing-masing dari kita sudah setuju.” Ucap appa mantap.
“Maksudnya?”
tanyaku heran. Tiba-tiba seorang pelayan meletakan hidangan yang kami pesan.
Aku diam sejenak sampai pelayan itu mengatakan ‘silakan menikmati’ dan akhirnya
pergi. Aku mengulang kembali pertanyaanku. “Maksudnya apa, appa?”
tanyaku bertambah penasaran.
“Appa
diangkat menjadi principal di Paris. Jadinya kita akan terbang dan
mentap di Paris besok. Tentang sekolah Haneul dan Hajeong, sudah diurus dan
hanya tinggal berangkat saja besok.” Jelas appa panjang lebar yang
membuat aku dan Hajeong terkejut. Eomma hanya tersenyum. Sepertinya eomma
sudah tau tentang hal ini.
Kenapa
semua ini sangat tiba-tiba? Kenapa semua ini terjadi saat aku masih ingin
menetap di Korea? Kenapa semua ini terjadi saat aku menemukan titik yang nyaman
disini? Kenapa semua ini terjadi saat aku menemukan seseorang yang spesial? Apa
yang harus kulakukan? Aku sama sekali tidak menikmati makanan yang aku pesan
karna memikirkan hal ini.
*Haneul PoV end*
*Sungyeol PoV*
Huft,
hari ini hari yang cukup melelahkan. Setidaknya berbuah manis. Aku membuka
jendela kamarku untuk menyegarkan udara dikamarku. Sedikit sesak, mungkin
karena aku sedikit lelah. Aku melihat Haneul didepanku saat jendela itu terbuka
lebar.
“Annyeong
Sungyeol-a.” Sapanya sambil tersenyum.
“Annyeong
Haneul-a.” Balasku sambil melambaikan tangan.
“Kau
baru pulang?” Tanya Haneul.
“Oh—ne...”
Jawabku sedikit canggung.
“Ayo
kita keluar. Aku ingin mencari udara segar.” Ajak Haneul.
“Ah,
ne! Ide bagus! Tunggu aku dibawah, ne?” Seru ku sambil berbalik.
Tak lupa mengambil selembar kertas hasil kerja kerasku tadi. Aku
menyembunyikannya di dalam saku.
Saat
tiba di bawah, aku dan Haneul memutuskan untuk pergi ke taman dekat rumahku.
Tempat yang pernah kami singgahi saat hujan 3 bulan lalu. Sesampainya kami
disana, kami duduk di sebuah bangku berwarna coklat.
“Hari
ini aku makan malam bersama keluargaku.” Ucap Haneul lirih. Aku merubah
posisiku. Aku berjongkok sambil mendongak memandang mata Haneul.
“Lalu?”
“Kau
tau apa yang dikatakan appa-ku?” aku mengeleng cepat. “Aku akan pindah
ke Paris besok.” Aku memandang tidak percaya kepada Haneul.
“Ji...Jinja?”
Ucapku terbata-bata karena terkejut. “Bab...bagus...kalau begitu...” sambungku
canggung.
“Anni-a
yeol-a.” Matanya mulai berkaca-kaca. Entah kenapa perasaanku mendadak buruk.
“Wae?
Kan disana kau bisa lebih mendalami seni desain.” Ucapku riang. Sejujurnya ini
sulit untuk dikatakan. Aku harus siap menerima apapun yang akan dikatakan
Haneul selanjutnya.
“Betul
tapi...” Haneul mengigit bibir bagian bawahnya, berfikir apa yang akan dia
katakan selanjutnya.
“Tapi
apa?” Aku memandang lurus ke matanya.
“Aku
ingin kita mengakhiri semua.” Satu kaliamat, menciptakan beribu kepingan hati
yang berserakan. Apakah ini mimpi? Aku harap waktu bisa kembali, menghambatnya
untuk tidak mengatakan itu. Waktu berasa berhenti. Andai aku bisa memutarnya
kembali.
“Aku
tau ini berat, tapi ini yang sepertinya harus kita lakukan. Aku tidak tau kapan
aku akan kembali ke sini, kapan aku bisa bertemu dengan mu lagi, kapan kita
bisa bersama lagi.” Setiap katanya hanya menambah jarum yang menancap disini.
Yang sepertinya juga menjahit mulut ku untuk tidak berbicara. Aku hanya dapat
memandang lurusnya saat ini.
“Mianhae.
Jeomal mianhae.” Sekarang sudah keluar bulir bening di ujung kedua matanya.
Aku hanya menggenggam erat kedua tangannya. Aku harap dia peka bahwa aku melarangnya
untuk bertahan, bukan menyetujui perkataan konyolnya itu.
“Haneul-a...
an... andwe-yoe...” ucapku dengan penekanan di setiap suku
katanya. “Ses... sekarang...kan teknologi sudah canggih... kenapa kau
memutuskan begini... kita kan masih bisa berbicara...”
“Aku
hanya tidak ingin membuatmu terkekang....” Bulir-bulir di ujung matanya
perlahan mulai turun ke pipinya. Makin lama, makin banyak yang turun.
“Apa
maksudmu? Aku rela menunggumu...” Haneul memotong cepat perkataanku.
“Menunggu?
Apa... kau fikir aku akan kembali secepat mungkin ke sini?” ujarnya berderai
air mata.“Aku tak tau kapan aku akan kembali. Kau juga harus bahagia....”
timpalnya yang membuatku tidak terima.
“Apa
kau pikir dengan begini aku bahagia?” Tanyaku heran.
“Sungyeo-a,
jebal anirreokhe... Mianhae, telah memperlakukan mu seperti ini.
Aku hanya ingin kau tidak terkekang.”Haneul menggengam erat tangan ku untuk
meyakinkanku. Beberapa menit aku berfikir. Haruskah aku melepaskannya seperti
ini?
“Geurae.
Kita akhiri semua ini.” ucapku dengan
tersenyum palsu. Aku menghapus air matanya.
“Gomawo
telah mengerti...” dia memeriksa sakunya dan mengambil sesuatu. “Ini,
kalungku... sepertinya aku tidak bisa memilikinya lagi...” Ucapnya lirih. Aku
segera menolak pemberiannya itu.
“Mungkin
kini kita berakhir tapi ini permintaan terakhirku...” Aku menarik nafasku lalu
mengatakan, “Simpan kalung ini baik-baik.”
“Apa
kau masih belum terima?” Tanyanya heran. Aku hanya menggeleng dan menapatap
matanya dalam.
“Berjanjilah
satu hal. Mungkin di kehidupan yang sekarang kita tidak akan bertemu lagi...”
aku menghentikan perkataan ku sejenak. “Berjanjilah jika dikehidupan selanjutnya
kita akan bertemu lagi.” Ucapku mantap. Haneul mengangguk.
“Aku
berjanji.” Ucapnya tersenyum manis. Dia berbalik dan melangkah meninggalkan ku
pergi. Saat terakhir aku bisa melihatnya sebelum aku bertemu dengannya kembali
entah kapan pun itu. Perlahan air mataku juga ikut turun.
“Annyeong... Nae sarang... Jung
Haneul... Gomawo, telah menghiasi
hari-hariku selama lebih dari 6 tahun... Mianhae, tidak memperlakukanmu
dengan baik...” Ucapku dalam hati.
Setidaknya sekarang aku juga harus
menjalani hidup dengan bahagia seperti biasanya. Seperti hari-hariku biasanya.
Hanya itu yang dapat aku lakukan karena aku tidak boleh menunggunya.
*Sungyeol PoV End*
TBC
No comments:
Post a Comment