Title :
Promise
Author :
Salsabilla
Genre : Friendship
Rating : T
Cast : -Park Jimin (BTS)
-Kim Taehyung (BTS)
Other
Cast : You will find latter.
“Walau
di setiap pertemuan akan diakahiri dengan perpisahan, tapi berjanjilah untuk
bertemu kembali di saat yang akan datang. Janji yang tidak lekang oleh waktu.”
(Jimin PoV)
“AKHHH!!!
PARK JIMIN, KAU BEBAS SEKARANG!” Teriakku
sekeras yang aku bisa di atap SMA tempat aku menimba ilmu selama 3 tahun. Ku
keluarkan semua rasa yang ada di jiwa dan ragaku. Muak, setres, tertekan, dan
perasaan lainnya ku bebaskan dengan teriakan tadi. Walau sekarang aku sudah
melewati ujian negara, bukan berarti aku sepenuhnya bebas. Masih
terbayang-banyang diriku pada pengumuman kelulusan.
“HEI!
PARK JIMIN! JANGAN KELUARKAN SUARA 10 OKTAF MU DI SINI!” Aku membalikan badanku
dan menemukan seorang laki-laki dengan muka yang kusut. Seperti orang bangun
tidur. Baru ku sadari bahwa aku tidak sendiri di sini.
“Kim
Taehyung? Sejak kapan kau di sana?!” Ucapku terkejut.
“Sejak
aku ingat aku harus tidur di sini. Suara mu mengganggu tidur ku, phabo.”
Ucapnya protes mendengus kesal. Segera aku melangkah kedekatnya dan merangkul
bahu tegapnya itu.
“Yaa,
kau tau? ini sudah jam 5 sore. Untung saja aku membangunkan mu. Kalau tidak kau
akan terjebak di sekolah ini.” Tuturku sambil mengapit lehernya.
“Hei
lepaskan!” Dia berteriak serta memandangku tajam. Aku yang sudah tau ‘perangai’
sahabat ku ini hanya memandangnya miris. Ya sahabatku, yang paling suka baca
komik, tidur sembarangan tempat, dan selalu membuatku ingin berbuat iseng
padanya itu lah dia, Kim Taehyung. Persahabatan kami sudah berjalan selama 3
tahun. Tepatnya dimulai saat aku membantunya dulu. Seiring berjalannya waktu,
kami menjadi semakin dekat.
Aku
dan dia sama-sama berjalan menuju gerbang sekolah sambil merangkul pundak satu
sama lain. Merasakan angin sore yang bertiup di kota Seoul. Tak ada yang
menandingi rasa bebas di antara kami berdua setelah apa yang kami telah hadapi.
Ujian negara, ujian macam apa yang membuat satu negara merasa setres? Ujian itu
bagaikan algojo bagi pelajar. Sial.
Pikiranku
tiba-tiba dibuyarkan oleh suara sahabatku, “Yaa, Park Jimin, apa yang akan kau
lakukan setelah ini?”.
“Molla,
mencari peruntungan untuk kuliah mungkin.” Jawabku cuek.
“Peruntungan?
Jawaban macam apa itu?” Taehyung mendengus tertawa mendengar jawabku itu.
“Jawaban
yang jujur, kan?” Ucapku sambil menyunggingkan bibirku.
“Sangat
jujur, Park Jimin. Tapi jangan terlalu pesimis, aku yakin aku akan mendapatkan
apa yang akan kau mau.” Tuturnya sambil menepuk bahuku, memberikan semangat
kepada ku.
“Arraseo,
Dr.Kim. Haha, kau yang terbaik bung.” Ucapku sambil tertawa seraya menepuk
bahu Taehyung.
“Itulah
gunanya teman.”, Taehyung tersenyum kearahku. Senyum yang sangat bersahabat.
Aku beruntung mempunyai teman seperti dia. Kami seperti kutub magnet, berbeda
maka saling tarik menarik. Taehyung memiliki kemampuan rap yang sangat bagus
sementara aku mempunyai suara yang merdu, Taehyung adalah orang yang mempunyai
semangat tinggi dan aku adalah orang yang cuek, aku paling hebat dalam adu
fisik sementara Taehyung paling hebat dalam adu mulut. Haha, itu semua hanya 3
dari seribu perbedaan kami. Tapi itulah yang membuat kami dekat dan saling
melengkapi.
(Jimin
PoV End)
***
(Taehyung
PoV)
Hari
ini adalah hari pertamaku libur setelah menghadapi ujian negara. Jimin
mengajakku berjalan-jalan ke seseuatu tempat. Dia menjamin tempat itu dalah
tempat yang menyenangkan untuk menghabiskan waktu, tetapi merahasiakannya
dariku. Jam menunjukan pukul 8, tak ada tanda-tanda dari kedatangannya. Aku
memutuskan untuk menelponnya.
“Jimin-a,
noe odieseo?” Ucapku ditelpon.
“Hoam..
Apa itu kau, Taehyung-a..?” Aku mendengus kesal karena aku yakin dia baru
bangun dari tidurnya. Apa dia lupa akan janji yang dia buat tadi malam?!
“Yakhh!
Kau baru bangun?!” Teriaku pada orang diseberang telpon.
“Nah..
itu yang aku butuhkan. Gomawo Taehyung-a. Haha.” Ucapnya seraya tertawa.
“Apa
maksudmu?” Tanyaku heran.
“Mianhae,
tapi aku sedikit mengantuk kawan.” Jimin hanya menjawabnya malas.
“Jadi
rencananya batal?!” Tanyaku terkejut.
“Coba
kau lihat ke bawah.” Aku berjalan menuju jendela kamarku. Mataku terbulalak ketika melihat Jimin melambai ke
arahku di atas motornya. Tak terduga akhirnya seperti ini. Bukan Park Jimin
namanya kalau tidak usil.
***
“Welcome
to paradise!” Jimin mengaembangkan tangannya selebar yang dia bisa sambil
berteriak sekencang mungkin. Aku mengapit leher sahabatku itu.
“1-1
Park Jimin!” Ucapku dengan bahagia.
“Yakh,
jangan membalasnya di sini, Taehyung-a.” Dia mendengus tertawa karena aku
membalas perbuatannya kemarin.
“Manfaatkan
segala waktumu bung.” Jimin melirik sambil menyunggingkan sudut bibirnya. Aku
melihat matanya. Sama-sama kami tertawa, mengenang saat-saat 3 tahun bersama.
Mata kami kembali terfokus kepada hamparan air asin di depan kami.
“Ya
apa lagi disini. Pantai yang sangat indah dengan lautan biru menghampar di
depannya.” Tutur Jimin sambil menghirup udara laut dan menutup ke dua matanya.
“Ya,
kau benar.” Aku meniru apa yang dilakukan Jimin barusan. Aku juga ingin
mengetahui seberapa hebat pantai sehingga manusia seperti Park Jimin bisa
begitu tergila-gila terhadap pantai. “Yakh!” Teriakku karena terkejut. Ada yang
menyiram air laut nan asin ke wajahku. Huek! Airnya juga masuk ke dalam mulut
ku.
“Cuih,
aish, jinja! Ini perbuatan mu kan, Park Jimin?!” Ucapku sambil melotot
ke arahnya.
“Anni-o.
Tapi tangan ku, haha!” Dia memeletkan lidahnya lalu berlari menjauh dariku. Aku
ikut mengejarnya di belakang. “Kejar kau kalau bisa!” Teriaknya terus menerus
di depanku. Jimin memang pelari yang hebat. Pantas dia menjadi kapten tim
basket di sekolahku.
***
Sebenarnya
ini ulahku juga. Tadi aku mendapatkan Jimin, karena badanku tidak seimbang, aku
terjatuh ke hamparan ombak itu bersama Jimin. Kami berdua basah kuyup dan
memutuskan untuk berjemur di bawah sinar matahari sebelum pergi ke sebuah
restoran. Sesekali Jimin tertawa mengingat kejadian tadi.
“Ini
dia sup pesanan kalian. Selamat menikmati.” Ucap seorang wanita separuh baya
sambil meletakan 2 mangkuk nasi dan dua mangkuk sup hangat. Ini yang kami
butuhkan di saat genting seperti ini. Perut lapar dan kedinginan, haha.
“Kenapa kita tidak sekalian berenang tadi,”
Gumam Jimin sebelum memasukan satu sendok nasi besar kedalam mulutnya.
“Taehyung-a, kaum..namti...akanm...”
“Yakhh,
Park Jimin, telan dulu nasimu itu.” Ucapku sambil memandang miris dirinya melihat
cara dia makan sambil berbicara. Dengan susah payah, dia menelan nasinya. Aku
mengambil segelas air lalu memberikannya pada Jimin. Jimin meminum air itu dan
akhirnya dia dapat menelan semua nasi di mulutnya itu. “Jadi, kau ingin
mengatakan apa?”
“Kau
akan melanjutkan kuliah dimana?” Tanyanya sambil melanjutkan makan.
“Rencana
di Universitas Dongguk, jurusan seni.” Jawabku singkat.
“Ohh...”
“Kalau
kau, Jimin?” Jimin langsung menatap ke arah ku dengan semangat. Rona bahagia
terlihat di wajah chubby-nya itu.
“Aku
juga! Akhirnya impianku menjadi seniman terwujud!” Tuturnya dengan semangat
sambil menunjuk ku dengan sendok.
“Wah...
berarti kita akan 1 Universitas dan jurusan yang sama.” Ucapku antusias.
“Ya,
begitulah!” Ucapnya sambil mengacungkan tangannya. Kami berjabat tangan.
Memandang sambil tertawa. Orang-orang di sekitar kami juga mendengus tertawa
melihat tingkah kami yang seperti anak kecil.
(Taehyung
PoV end)
(Author
PoV)
Hari
demi hari berlalu dengan cepatnya. Kelulusan sudah diumumkan. Jimin dan
Taehyung lulus dengan nilai yang mereka anggap lumayan. Impian mereka untuk
melanjutkan pendidikan di Universitas yang sama juga semakin dekat.
Keluarga
Taehyung makan malam bersama. Hal yang mengejutkan keluar dari mulut appa
Taehyung, ”Taehyung-a, lebih baik kau melanjutkan sekolah di Amerika. Appa
yakin kau bisa lebih maju. Dan kau tau, appa sudah mendaftarkan mu di
sebuah Institusi seni di sana.” Perkataan appa-nya benar-benar membuat
dia terkejut.
“Tapi..
Appa...” Taehyung kehabisan kata-kata.
“Ah,
kau jangan khawatir, semua sudah appa persiapkan. Kau hanya tinggal
sekolah di sana. lagi pula, bukan hanya kau sendiri yang akan tinggal di sana,
kami juga akan ikut.” Ucap Tuan Kim santai. Perasaan Taehyung bercampur antara
senang, terkejut, serta sedih. Dia senang karena bisa mendapatkan pendidikan
lebih baik. Dia terkejut karena mendengar hal yang dia tidak pernah duga
sebelumnya. Dia sedih karena harus berpisah dengan sahabatnya, Jimin.
Di
hari-hari sebelum keberangkatnnya, Taehyung tidak memberanikan diri untuk
berbicara tentang kepergiannya itu kepada teman-temannya, termasuk Jimin. Dia
menunggu sampai ada waktu yang tepat. Dan hari-hari itu dia sering menghabiskan
waktu bersama Jimin dan juga teman-teman satu angkatannya di SMA. Sayangnya,
Taehyung terkadang hanya melamun panjang dan juga tidak seceria biasanya.
Gelegat Taehyung dicurigai oleh Jimin.
“Hei,
Kim Taehyung.” Ucap Jimin sambil menepuk bahu Taehyung.
“Mwo?”
Balas Taehyung cuek.
“Kenapa
kau akhir-akhir ini sering sekali melamun? Dan kau juga tidak seceria biasanya,
ada apa dengan mu bung?” Tanya Jimin heran.
“Anni-o.”
Jawab Taehyung singkat sambil mengulas senyum
“Kau
ada masalah? Kalau iya kau bisa bercerita kepada ku.” Tutur Jimin menghibur
sahabatnya
“Bukan
apa-apa.” Taehyung langsung menggeleng cepat.
“Kau
yakin?” Tanya Jimin lagi.
“Ten..tentu
saja.” Ucap Taehyung gagap.
“Kau
ini..” Jimin menatap miris ke arah Taehyung.
“Mwo?”
Tanya Taehyung dengan nada kesal.
“Sudahlah.”
Jimin hanya pasrah dengan sahabatnya itu dan membiarkan semua berlalu seakan
tidak pernah terjadi.
***
Jam
menunjukan pukul tujuh pagi. Semua barang-barang Taehyung dan keluarga sudah
terkemas rapi dan di masukan ke dalam mobil. Di hari yang cerah ini, Taehyung
akan pergi ke Amerika dengan pesawat yang akan terbang pukul 10 siang. Sampai
detik ini pun, Taehyung tidak memberanikan diri untuk berkata pada Jimin
tentang kepergiannya. Di detik selanjutnya, entah apa yang akan terjadi. Taehyung
mengambil ponselnya. Tanpa melihat kontak telpon pun dia ingat nomor sahabatnya
itu.
“Yakh,
Park Jimin, kau sudah bangun?” Taehyung bertanya seperti biasanya.
“Hoam...
Ada apa kau membangunkan ku pagi-pagi begini?” Dari nada bicaranya,
Taehyung sudah tau nyawa yang masuk kedalam tubuh Jimin baru setengah (#oke,
ini aneh -_-).
“Ck,
Sudah ku duga,” Ucap Taehyung kesal. “Yasudah, cepat mandi, aku ingin
kau mengantarku ke suatu tempat.”
“Kemana?”
Tanya Jimin bingung.
“Kau
tidak perlu tau. Aku akan menjemputmu setengah jam lagi. Kalau kau tidak siap,
aku akan menyeretmu keluar rumah! ” ting! Taehyung mematikan handphone-nya.
(Author
PoV end)
(Jimin
PoV)
“Dasar
anak aneh, untuk apa dia membangunkan ku di saat-saat seperti ini!” Gerutu ku
sambil berjalan menuju kamar mandi. Mata ku masih saja tertutup sampai akhirnya
kepalaku menabrak (?) sesuatu. “AKHHH SIAL!”
Beberapa
saat kemudian aku selesai mandi dan memakai baju. Tiba-tiba eomma
memanggilku dari lantai 1. “Jimin-a, Taehyung menunggu mu dibawah.”
“Arraseo
eomma.” Ucapku singkat.
Oke,
aku berjalan ke bawah. dan menemukan Taehyung di depan tangga sambil
menyentuh-nyentuh layar handphone-nya. “Yakh, apa yang kau lakukan?”
Taehyung hanya menggeleng sambil tersenyum. Dia berjalan ke arahku.
“Ayo,
kau sudah siap kan?” tanya Taehyung sambil merangkul ku.
“Tentu
saja. Tapi, kita mau kemana?”
“Kau
akan tau nantinya.”
***
Aku
heran, kenapa Taehyung juga membawa keluarganya. Sebenarnya ingin kemana
keluarga ini pergi? Keluarga Taehyung terus saja tak memberiku peluang untuk
berbicara. Kami sudah terlalu akrab. Keluaga Taehyung sudah seperti keluarga
sendiri bagiku, Taehyung juga beranggapan seperti itu dengan keluargaku. Aku
penasaran kemana supir mobil ini mengarahkan kendalinya.
“Jimin-a.”
Ucap appa Taehyung.
“Ne,
ajjussi.”
“Jadilah
seniman yang hebat di masa depan, ne?” Ucapnya dengan bijak.
“ahh, arraseo ajjussi.” Ucapku sambil mengangguk.
“Jimin-a,
kau akan memulai kuliah 1 bulan lagi, kan?” Tanya Taehyung. Pertanyaan tersebut
sedikit janggal bagiku. Apa maksudnya ‘kau’ padahal kami berdua akan kuliah di
tempat yang sama.
“Kau?
Bukannya kita?” Tanyaku heran. Taehyung hanya terdiam dan suasana di dalam
mobil menjadi sedikit canggung. Sebenarnya apa yang terjadi di sini? Karena merasa
tak ada yang bisa diajak berbicara akau memutuskan untuk melihat ke luar
jendela. Aku melihat sebuah palang, di sana tertulis ‘bandara 1 Km’. Mwo?!
Sebenarnya kemana kami akan pergi?!
Karena
rasa penasaranku setelah melihat plang tersebut, aku berbisik kepada Taehyung.
“Hey, untuk apa kita ke bandara?”, aku melihat wajah Taehyung yang terlihat
sedikit terkejut itu. Dia berbisik kembali kepada ku.
“Nanti
akan ku jelaskan semua di tempat tujuan, ne?” Aku hanya membalasnya dengan satu
anggunkan.
***
Kami
tiba di sebuah terminal bandara. Orang tua Taehyung menjauh dari kami berdua.
Aku yakin pasti mereka menyuruh kami bicara. Perasaanku tidak enak, aku
berfikir Taehyung akan meninggalkan ku bukan untuk waktu yang singkat karena
ukuran koper yang besar yang dia pengang saat ini.
“Taehyung-a,
tolong jelaskan kepada ku, apa yang terjadi di sini?” Ucapku kesal. Taehyung
menatapku. Di matanya, terbesit sinar kesedihan.
“Jimin-a,
jeomal mianhae. Jeomal mianhae geurigeu gomawo. Jeomal gomawo.” Tutur
Taehyung lirih.
“Yakh,
Kim Taehyung, jangan membuang-buang waktu dengan kata-kata yang membuat ku
bingung!” Aku semakin kesal dengan kalimat bertele-telenya itu.
“Oke”,
Taehyung menarik nafas dan mulai berbicara,”sebenarnya hari ini aku akan pindah
ke Amerika.”
“MWO?!”
Ucapku memekik. Semua perhatian tertuju pada kami. Aku menunduk dan beberapa
saat kemudian suasana menjadi netral. Taehyung kembali berbicara.
“Mianhae
sangat terlambat memberi tahu mu. Dan gomawo sudah menjadi sahabat yang
baik untukku.” Setitik air mata akhirnya jatuh dari pelupuk matanya. Segera aku
memeluk tubuhnya erat.
“Kau
sama sekali tidak terlambat, Taehyung-a. Tak ada kata terlambat untuk sahabat
terbaikku di dunia.”
“....”
Taehyung tak bisa membalas kata-kataku. Dia hanya memelukku semakin erat. Takut
kehilangan sahabatnya, sama sepertiku. Tak pernah ku duga, tidak pernah ada
permusuhan yang terjalin di antara kami, tetapi perpisahan yang entah sampai
kapan yang menghampiri kami. Kami melepas pelukan kami.
“Hey,
kau ini namja, jangan mengangis seperti itu.” Ucapku sambil
menyunggingkan bibir. Ting! Air mata juga akhirnya jatuh dari pelupuk mataku.
Taehyung mendengus tertawa.
“Untuk
pertama kalianya, aku melihat Park Jimin menangis! Ini kejadian langka! Ayo
kita berfoto!” Taehyung sudah mempersiapkan kamera handphone-nya. Sebelum
kami mengambil foto, kami mengelap air mata kami dan... “Hana, dul, set!”
Foto
yang cukup bagus. Aku meminta taehyung untuk mengirim foto itu juga ke
ponselku. Untuk saat ini kami tidak ingin saling melepas dengan kesedihan. Tapi
dengan candaan yan kami sering lakukan bersama.
***
Waktunya
Taehyung dan keluarga untuk ceck-in. “Jimin-a, jaga dirimu baik-baik,
ne? Ahjumma akan merindukan mu di sana, apalagi pipi chubby-mu itu.
Hehe, kau tau sendirikan uri
Taehyung pipinya tidak setembam punya mu.” Tutur ibu Taehyung sambil
mencubit pipiku.
“Yang
jelas, kau harus jaga diri mu baik-baik.” Sambung ayah Taehyung.
“Tentu
saja, Ahjumma dan Ahjussi juga haru jaga kesehatan, ne?” Ucapku sambil
tersenyum.
“Tentu,
Jimin.” Ucap mereka sambi tersenyum.
“Ah
ne, Jimin-a. Ayo kita berjanji.” Taehyung mengancungkan kelingkingnya.
“Janji
apa?” Tanyaku heran. Taehyung langsung saja meraih tangan ku dan dan menautkan
kelingking kami dan mengatakan, “Walau di setiap pertemuan akan diakahiri
dengan perpisahan, tapi berjanjilah untuk bertemu kembali di saat yang akan
datang. Janji yang tidak lekang oleh waktu.”
“Aku
berjanji!” Beberapa detik kemudian, kami kembali berpelukan. “Aku akan
merindukan mu kawan.” Bisik ku pada Taehyung.
“Aku
juga.” Balas Taehyung disertai pelukan erat.
Keluarga
itu melewati gerbang dan satu persatu paspor serta tiket mereka dicek. Taehyung
melihat kebelakang dan aku melambai ke arahnya. Taehyung semakin menjauh
begitupun dengan ku. aku pulang diantar oleh supir Taehyung. Aku melewai rumah
Taehyung yang kini sudah sepi. Tunggu...
SIAL,
KAMI LUPA UNTUK SALING BERTUKAR ALAMAT!
***
Sudah
2 tahun aku tidak mendengar kabar dari Taehyung. “Aku sangat merindukanmu, KIM
TAEHYUNG!” Pekik batin ku denga mata masih tertuju pada foto terakhir yang kami
ambil. Pikiranku buyar saat hobae
satu agency-ku, Jongkook, memanggil ku. sekarang aku di menjadi salah satu trinee
di Big Hit Ent.
“Hyung,
kita di panggil CEO.” Kami berdua berjalan menuju ruangan bos dan masuk bersama
ke sana. Ada 3 orang lainya juga di sana.
“Jongjook
dan Jimin, kan?” Tanya CEO kami.
“Ne.”
Ucap kami bersamaan.
“Jimin,
Jongkook, Rapmons, Suga, J-hope, dan...” Ucapan CEO kami terputus ketika
seseorang mengetuk pintu.
“Maaf
aku terlambat.” Aku sangat mengenali si pemilik suara tersebut. Aku yang semula
menunduk melihat ke arah pintu. Tidak salah duagaanku! Dia adalah Taehyung
teman ku!
“Ah
ini dia V!” Ucap CEO ku dengan ceria.
“KIM
TAEHYUNG?!” pekik ku. Anak berambut coklat itu menoleh ke arahku.
“PARK
JIMIN?!” Ya, benar itu dia. Semua yang ada di ruangan itu menatap kami aneh.
Pelukan rindu tak lupa kami lakukan. Kami bertemu kembali. Di sini, ruang CEO
Big Hit Ent. Dan akhirnya, janji yang kami buat dahulu di tepati. Walau di
semua pertemuan akan di akhiri dengan perpisahan, berjanjilah untuk bertemu
suatu saat nanti. Janji yang tidak akan lekang oleh waktu.
FIN
No comments:
Post a Comment