Labels

Tuesday, April 22, 2014

Fanfiction (One Shot) "Promise"


Title                       : Promise
Author                  : Salsabilla
Genre               : Friendship
Rating               : T
Cast                  : -Park Jimin (BTS)
                          -Kim Taehyung (BTS)
Other Cast         : You will find latter.

“Walau di setiap pertemuan akan diakahiri dengan perpisahan, tapi berjanjilah untuk bertemu kembali di saat yang akan datang. Janji yang tidak lekang oleh waktu.”

 (Jimin PoV)      
“AKHHH!!! PARK JIMIN, KAU BEBAS SEKARANG!”  Teriakku sekeras yang aku bisa di atap SMA tempat aku menimba ilmu selama 3 tahun. Ku keluarkan semua rasa yang ada di jiwa dan ragaku. Muak, setres, tertekan, dan perasaan lainnya ku bebaskan dengan teriakan tadi. Walau sekarang aku sudah melewati ujian negara, bukan berarti aku sepenuhnya bebas. Masih terbayang-banyang diriku pada pengumuman kelulusan.
“HEI! PARK JIMIN! JANGAN KELUARKAN SUARA 10 OKTAF MU DI SINI!” Aku membalikan badanku dan menemukan seorang laki-laki dengan muka yang kusut. Seperti orang bangun tidur. Baru ku sadari bahwa aku tidak sendiri di sini.

“Kim Taehyung? Sejak kapan kau di sana?!” Ucapku terkejut.
“Sejak aku ingat aku harus tidur di sini. Suara mu mengganggu tidur ku, phabo.” Ucapnya protes mendengus kesal. Segera aku melangkah kedekatnya dan merangkul bahu tegapnya itu.
“Yaa, kau tau? ini sudah jam 5 sore. Untung saja aku membangunkan mu. Kalau tidak kau akan terjebak di sekolah ini.” Tuturku sambil mengapit lehernya.
“Hei lepaskan!” Dia berteriak serta memandangku tajam. Aku yang sudah tau ‘perangai’ sahabat ku ini hanya memandangnya miris. Ya sahabatku, yang paling suka baca komik, tidur sembarangan tempat, dan selalu membuatku ingin berbuat iseng padanya itu lah dia, Kim Taehyung. Persahabatan kami sudah berjalan selama 3 tahun. Tepatnya dimulai saat aku membantunya dulu. Seiring berjalannya waktu, kami menjadi semakin dekat.
Aku dan dia sama-sama berjalan menuju gerbang sekolah sambil merangkul pundak satu sama lain. Merasakan angin sore yang bertiup di kota Seoul. Tak ada yang menandingi rasa bebas di antara kami berdua setelah apa yang kami telah hadapi. Ujian negara, ujian macam apa yang membuat satu negara merasa setres? Ujian itu bagaikan algojo bagi pelajar. Sial.
Pikiranku tiba-tiba dibuyarkan oleh suara sahabatku, “Yaa, Park Jimin, apa yang akan kau lakukan setelah ini?”.
Molla, mencari peruntungan untuk kuliah mungkin.” Jawabku cuek.
“Peruntungan? Jawaban macam apa itu?” Taehyung mendengus tertawa mendengar jawabku itu.
“Jawaban yang jujur, kan?” Ucapku sambil menyunggingkan bibirku.
“Sangat jujur, Park Jimin. Tapi jangan terlalu pesimis, aku yakin aku akan mendapatkan apa yang akan kau mau.” Tuturnya sambil menepuk bahuku, memberikan semangat kepada ku.
Arraseo, Dr.Kim. Haha, kau yang terbaik bung.” Ucapku sambil tertawa seraya menepuk bahu  Taehyung.
“Itulah gunanya teman.”, Taehyung tersenyum kearahku. Senyum yang sangat bersahabat. Aku beruntung mempunyai teman seperti dia. Kami seperti kutub magnet, berbeda maka saling tarik menarik. Taehyung memiliki kemampuan rap yang sangat bagus sementara aku mempunyai suara yang merdu, Taehyung adalah orang yang mempunyai semangat tinggi dan aku adalah orang yang cuek, aku paling hebat dalam adu fisik sementara Taehyung paling hebat dalam adu mulut. Haha, itu semua hanya 3 dari seribu perbedaan kami. Tapi itulah yang membuat kami dekat dan saling melengkapi.
(Jimin PoV End)
***
(Taehyung PoV)
Hari ini adalah hari pertamaku libur setelah menghadapi ujian negara. Jimin mengajakku berjalan-jalan ke seseuatu tempat. Dia menjamin tempat itu dalah tempat yang menyenangkan untuk menghabiskan waktu, tetapi merahasiakannya dariku. Jam menunjukan pukul 8, tak ada tanda-tanda dari kedatangannya. Aku memutuskan untuk menelponnya.
Jimin-a, noe odieseo?” Ucapku ditelpon.
Hoam.. Apa itu kau, Taehyung-a..?” Aku mendengus kesal karena aku yakin dia baru bangun dari tidurnya. Apa dia lupa akan janji yang dia buat tadi malam?!
Yakhh! Kau baru bangun?!” Teriaku pada orang diseberang telpon.
Nah.. itu yang aku butuhkan. Gomawo Taehyung-a. Haha.” Ucapnya seraya tertawa.
Apa maksudmu?” Tanyaku heran.
Mianhae, tapi aku sedikit mengantuk kawan.” Jimin hanya menjawabnya malas.
Jadi rencananya batal?!” Tanyaku terkejut.
Coba kau lihat ke bawah.” Aku berjalan menuju jendela kamarku. Mataku  terbulalak ketika melihat Jimin melambai ke arahku di atas motornya. Tak terduga akhirnya seperti ini. Bukan Park Jimin namanya kalau tidak usil.
***
Welcome to paradise!” Jimin mengaembangkan tangannya selebar yang dia bisa sambil berteriak sekencang mungkin. Aku mengapit leher sahabatku itu.
“1-1 Park Jimin!” Ucapku dengan bahagia.
“Yakh, jangan membalasnya di sini, Taehyung-a.” Dia mendengus tertawa karena aku membalas perbuatannya kemarin.
“Manfaatkan segala waktumu bung.” Jimin melirik sambil menyunggingkan sudut bibirnya. Aku melihat matanya. Sama-sama kami tertawa, mengenang saat-saat 3 tahun bersama. Mata kami kembali terfokus kepada hamparan air asin di depan kami.
“Ya apa lagi disini. Pantai yang sangat indah dengan lautan biru menghampar di depannya.” Tutur Jimin sambil menghirup udara laut dan menutup ke dua matanya.
“Ya, kau benar.” Aku meniru apa yang dilakukan Jimin barusan. Aku juga ingin mengetahui seberapa hebat pantai sehingga manusia seperti Park Jimin bisa begitu tergila-gila terhadap pantai. “Yakh!” Teriakku karena terkejut. Ada yang menyiram air laut nan asin ke wajahku. Huek! Airnya juga masuk ke dalam mulut ku.
“Cuih, aish, jinja! Ini perbuatan mu kan, Park Jimin?!” Ucapku sambil melotot ke arahnya.
Anni-o. Tapi tangan ku, haha!” Dia memeletkan lidahnya lalu berlari menjauh dariku. Aku ikut mengejarnya di belakang. “Kejar kau kalau bisa!” Teriaknya terus menerus di depanku. Jimin memang pelari yang hebat. Pantas dia menjadi kapten tim basket di sekolahku.
***
Sebenarnya ini ulahku juga. Tadi aku mendapatkan Jimin, karena badanku tidak seimbang, aku terjatuh ke hamparan ombak itu bersama Jimin. Kami berdua basah kuyup dan memutuskan untuk berjemur di bawah sinar matahari sebelum pergi ke sebuah restoran. Sesekali Jimin tertawa mengingat kejadian tadi.
“Ini dia sup pesanan kalian. Selamat menikmati.” Ucap seorang wanita separuh baya sambil meletakan 2 mangkuk nasi dan dua mangkuk sup hangat. Ini yang kami butuhkan di saat genting seperti ini. Perut lapar dan kedinginan, haha.
 “Kenapa kita tidak sekalian berenang tadi,” Gumam Jimin sebelum memasukan satu sendok nasi besar kedalam mulutnya. “Taehyung-a, kaum..namti...akanm...”
“Yakhh, Park Jimin, telan dulu nasimu itu.” Ucapku sambil memandang miris dirinya melihat cara dia makan sambil berbicara. Dengan susah payah, dia menelan nasinya. Aku mengambil segelas air lalu memberikannya pada Jimin. Jimin meminum air itu dan akhirnya dia dapat menelan semua nasi di mulutnya itu. “Jadi, kau ingin mengatakan apa?”
“Kau akan melanjutkan kuliah dimana?” Tanyanya sambil melanjutkan makan.
“Rencana di Universitas Dongguk, jurusan seni.” Jawabku singkat.
“Ohh...”
“Kalau kau, Jimin?” Jimin langsung menatap ke arah ku dengan semangat. Rona bahagia terlihat di wajah chubby-nya itu.
“Aku juga! Akhirnya impianku menjadi seniman terwujud!” Tuturnya dengan semangat sambil menunjuk ku dengan sendok.
“Wah... berarti kita akan 1 Universitas dan jurusan yang sama.” Ucapku antusias.
“Ya, begitulah!” Ucapnya sambil mengacungkan tangannya. Kami berjabat tangan. Memandang sambil tertawa. Orang-orang di sekitar kami juga mendengus tertawa melihat tingkah kami yang seperti anak kecil.
(Taehyung PoV end)

(Author PoV)
Hari demi hari berlalu dengan cepatnya. Kelulusan sudah diumumkan. Jimin dan Taehyung lulus dengan nilai yang mereka anggap lumayan. Impian mereka untuk melanjutkan pendidikan di Universitas yang sama juga semakin dekat.
Keluarga Taehyung makan malam bersama. Hal yang mengejutkan keluar dari mulut appa Taehyung, ”Taehyung-a, lebih baik kau melanjutkan sekolah di Amerika. Appa yakin kau bisa lebih maju. Dan kau tau, appa sudah mendaftarkan mu di sebuah Institusi seni di sana.” Perkataan appa-nya benar-benar membuat dia terkejut.
“Tapi.. Appa...” Taehyung kehabisan kata-kata.
“Ah, kau jangan khawatir, semua sudah appa persiapkan. Kau hanya tinggal sekolah di sana. lagi pula, bukan hanya kau sendiri yang akan tinggal di sana, kami juga akan ikut.” Ucap Tuan Kim santai. Perasaan Taehyung bercampur antara senang, terkejut, serta sedih. Dia senang karena bisa mendapatkan pendidikan lebih baik. Dia terkejut karena mendengar hal yang dia tidak pernah duga sebelumnya. Dia sedih karena harus berpisah dengan sahabatnya, Jimin.
Di hari-hari sebelum keberangkatnnya, Taehyung tidak memberanikan diri untuk berbicara tentang kepergiannya itu kepada teman-temannya, termasuk Jimin. Dia menunggu sampai ada waktu yang tepat. Dan hari-hari itu dia sering menghabiskan waktu bersama Jimin dan juga teman-teman satu angkatannya di SMA. Sayangnya, Taehyung terkadang hanya melamun panjang dan juga tidak seceria biasanya. Gelegat Taehyung dicurigai oleh Jimin.
“Hei, Kim Taehyung.” Ucap Jimin sambil menepuk bahu Taehyung.
“Mwo?” Balas Taehyung cuek.
“Kenapa kau akhir-akhir ini sering sekali melamun? Dan kau juga tidak seceria biasanya, ada apa dengan mu bung?” Tanya Jimin heran.
Anni-o.” Jawab Taehyung singkat sambil mengulas senyum
“Kau ada masalah? Kalau iya kau bisa bercerita kepada ku.” Tutur Jimin menghibur sahabatnya
“Bukan apa-apa.” Taehyung langsung menggeleng cepat.
“Kau yakin?” Tanya Jimin lagi.
“Ten..tentu saja.” Ucap Taehyung gagap.
“Kau ini..” Jimin menatap miris ke arah Taehyung.
“Mwo?” Tanya Taehyung dengan nada kesal.
“Sudahlah.” Jimin hanya pasrah dengan sahabatnya itu dan membiarkan semua berlalu seakan tidak pernah terjadi.
***
Jam menunjukan pukul tujuh pagi. Semua barang-barang Taehyung dan keluarga sudah terkemas rapi dan di masukan ke dalam mobil. Di hari yang cerah ini, Taehyung akan pergi ke Amerika dengan pesawat yang akan terbang pukul 10 siang. Sampai detik ini pun, Taehyung tidak memberanikan diri untuk berkata pada Jimin tentang kepergiannya. Di detik selanjutnya, entah apa yang akan terjadi. Taehyung mengambil ponselnya. Tanpa melihat kontak telpon pun dia ingat nomor sahabatnya itu.
Yakh, Park Jimin, kau sudah bangun?” Taehyung bertanya seperti biasanya.
Hoam... Ada apa kau membangunkan ku pagi-pagi begini?” Dari nada bicaranya, Taehyung sudah tau nyawa yang masuk kedalam tubuh Jimin baru setengah (#oke, ini aneh -_-).
Ck, Sudah ku duga,” Ucap Taehyung kesal. “Yasudah, cepat mandi, aku ingin kau mengantarku ke suatu tempat.
Kemana?” Tanya Jimin bingung.
Kau tidak perlu tau. Aku akan menjemputmu setengah jam lagi. Kalau kau tidak siap, aku akan menyeretmu keluar rumah! ” ting! Taehyung mematikan handphone-nya.
(Author PoV end)

(Jimin PoV)
“Dasar anak aneh, untuk apa dia membangunkan ku di saat-saat seperti ini!” Gerutu ku sambil berjalan menuju kamar mandi. Mata ku masih saja tertutup sampai akhirnya kepalaku menabrak (?) sesuatu. “AKHHH SIAL!”
Beberapa saat kemudian aku selesai mandi dan memakai baju. Tiba-tiba eomma memanggilku dari lantai 1. “Jimin-a, Taehyung menunggu mu dibawah.”
“Arraseo eomma.” Ucapku singkat.
Oke, aku berjalan ke bawah. dan menemukan Taehyung di depan tangga sambil menyentuh-nyentuh layar handphone-nya. “Yakh, apa yang kau lakukan?” Taehyung hanya menggeleng sambil tersenyum. Dia berjalan ke arahku.
“Ayo, kau sudah siap kan?” tanya Taehyung sambil merangkul ku.
“Tentu saja. Tapi, kita mau kemana?”
“Kau akan tau nantinya.”
***
Aku heran, kenapa Taehyung juga membawa keluarganya. Sebenarnya ingin kemana keluarga ini pergi? Keluarga Taehyung terus saja tak memberiku peluang untuk berbicara. Kami sudah terlalu akrab. Keluaga Taehyung sudah seperti keluarga sendiri bagiku, Taehyung juga beranggapan seperti itu dengan keluargaku. Aku penasaran kemana supir mobil ini mengarahkan kendalinya.
“Jimin-a.” Ucap appa Taehyung.
“Ne, ajjussi.”
“Jadilah seniman yang hebat di masa depan, ne?” Ucapnya dengan bijak.
“ahh, arraseo ajjussi.” Ucapku sambil mengangguk.                  
“Jimin-a, kau akan memulai kuliah 1 bulan lagi, kan?” Tanya Taehyung. Pertanyaan tersebut sedikit janggal bagiku. Apa maksudnya ‘kau’ padahal kami berdua akan kuliah di tempat yang sama.
“Kau? Bukannya kita?” Tanyaku heran. Taehyung hanya terdiam dan suasana di dalam mobil menjadi sedikit canggung. Sebenarnya apa yang terjadi di sini? Karena merasa tak ada yang bisa diajak berbicara akau memutuskan untuk melihat ke luar jendela. Aku melihat sebuah palang, di sana tertulis ‘bandara 1 Km’. Mwo?! Sebenarnya kemana kami akan pergi?!
Karena rasa penasaranku setelah melihat plang tersebut, aku berbisik kepada Taehyung. “Hey, untuk apa kita ke bandara?”, aku melihat wajah Taehyung yang terlihat sedikit terkejut itu. Dia berbisik kembali kepada ku.
“Nanti akan ku jelaskan semua di tempat tujuan, ne?” Aku hanya membalasnya dengan satu anggunkan.
***
Kami tiba di sebuah terminal bandara. Orang tua Taehyung menjauh dari kami berdua. Aku yakin pasti mereka menyuruh kami bicara. Perasaanku tidak enak, aku berfikir Taehyung akan meninggalkan ku bukan untuk waktu yang singkat karena ukuran koper yang besar yang dia pengang saat ini.
“Taehyung-a, tolong jelaskan kepada ku, apa yang terjadi di sini?” Ucapku kesal. Taehyung menatapku. Di matanya, terbesit sinar kesedihan.
“Jimin-a, jeomal mianhae. Jeomal mianhae geurigeu gomawo. Jeomal gomawo.” Tutur Taehyung lirih.
“Yakh, Kim Taehyung, jangan membuang-buang waktu dengan kata-kata yang membuat ku bingung!” Aku semakin kesal dengan kalimat bertele-telenya itu.
“Oke”, Taehyung menarik nafas dan mulai berbicara,”sebenarnya hari ini aku akan pindah ke Amerika.”
MWO?!” Ucapku memekik. Semua perhatian tertuju pada kami. Aku menunduk dan beberapa saat kemudian suasana menjadi netral. Taehyung kembali berbicara.
Mianhae sangat terlambat memberi tahu mu. Dan gomawo sudah menjadi sahabat yang baik untukku.” Setitik air mata akhirnya jatuh dari pelupuk matanya. Segera aku memeluk tubuhnya erat.
“Kau sama sekali tidak terlambat, Taehyung-a. Tak ada kata terlambat untuk sahabat terbaikku di dunia.”
“....” Taehyung tak bisa membalas kata-kataku. Dia hanya memelukku semakin erat. Takut kehilangan sahabatnya, sama sepertiku. Tak pernah ku duga, tidak pernah ada permusuhan yang terjalin di antara kami, tetapi perpisahan yang entah sampai kapan yang menghampiri kami. Kami melepas pelukan kami.
“Hey, kau ini namja, jangan mengangis seperti itu.” Ucapku sambil menyunggingkan bibir. Ting! Air mata juga akhirnya jatuh dari pelupuk mataku. Taehyung mendengus tertawa.
“Untuk pertama kalianya, aku melihat Park Jimin menangis! Ini kejadian langka! Ayo kita berfoto!” Taehyung sudah mempersiapkan kamera handphone-nya. Sebelum kami mengambil foto, kami mengelap air mata kami dan... “Hana, dul, set!”
Foto yang cukup bagus. Aku meminta taehyung untuk mengirim foto itu juga ke ponselku. Untuk saat ini kami tidak ingin saling melepas dengan kesedihan. Tapi dengan candaan yan kami sering lakukan bersama.
***
Waktunya Taehyung dan keluarga untuk ceck-in. “Jimin-a, jaga dirimu baik-baik, ne? Ahjumma akan merindukan mu di sana, apalagi pipi chubby-mu itu. Hehe, kau tau sendirikan uri  Taehyung pipinya tidak setembam punya mu.” Tutur ibu Taehyung sambil mencubit pipiku.
“Yang jelas, kau harus jaga diri mu baik-baik.” Sambung ayah Taehyung.
“Tentu saja, Ahjumma dan Ahjussi juga haru jaga kesehatan, ne?” Ucapku sambil tersenyum.
“Tentu, Jimin.” Ucap mereka sambi tersenyum.
“Ah ne, Jimin-a. Ayo kita berjanji.” Taehyung mengancungkan kelingkingnya.
“Janji apa?” Tanyaku heran. Taehyung langsung saja meraih tangan ku dan dan menautkan kelingking kami dan mengatakan, “Walau di setiap pertemuan akan diakahiri dengan perpisahan, tapi berjanjilah untuk bertemu kembali di saat yang akan datang. Janji yang tidak lekang oleh waktu.”
“Aku berjanji!” Beberapa detik kemudian, kami kembali berpelukan. “Aku akan merindukan mu kawan.” Bisik ku pada Taehyung.
“Aku juga.” Balas Taehyung disertai pelukan erat.
Keluarga itu melewati gerbang dan satu persatu paspor serta tiket mereka dicek. Taehyung melihat kebelakang dan aku melambai ke arahnya. Taehyung semakin menjauh begitupun dengan ku. aku pulang diantar oleh supir Taehyung. Aku melewai rumah Taehyung yang kini sudah sepi. Tunggu...
SIAL, KAMI LUPA UNTUK SALING BERTUKAR ALAMAT!
***
Sudah 2 tahun aku tidak mendengar kabar dari Taehyung. “Aku sangat merindukanmu, KIM TAEHYUNG!” Pekik batin ku denga mata masih tertuju pada foto terakhir yang kami ambil. Pikiranku  buyar saat hobae satu agency-ku, Jongkook, memanggil ku. sekarang aku di menjadi salah satu trinee di Big Hit Ent.
“Hyung, kita di panggil CEO.” Kami berdua berjalan menuju ruangan bos dan masuk bersama ke sana. Ada 3 orang lainya juga di sana.
“Jongjook dan Jimin, kan?” Tanya CEO kami.
“Ne.” Ucap kami bersamaan.
“Jimin, Jongkook, Rapmons, Suga, J-hope, dan...” Ucapan CEO kami terputus ketika seseorang mengetuk pintu.
“Maaf aku terlambat.” Aku sangat mengenali si pemilik suara tersebut. Aku yang semula menunduk melihat ke arah pintu. Tidak salah duagaanku! Dia adalah Taehyung teman ku!
“Ah ini dia V!” Ucap CEO ku dengan ceria.
“KIM TAEHYUNG?!” pekik ku. Anak berambut coklat itu menoleh ke arahku.
“PARK JIMIN?!” Ya, benar itu dia. Semua yang ada di ruangan itu menatap kami aneh. Pelukan rindu tak lupa kami lakukan. Kami bertemu kembali. Di sini, ruang CEO Big Hit Ent. Dan akhirnya, janji yang kami buat dahulu di tepati. Walau di semua pertemuan akan di akhiri dengan perpisahan, berjanjilah untuk bertemu suatu saat nanti. Janji yang tidak akan lekang oleh waktu.

FIN

No comments:

Post a Comment